Daerah

Populasi Pesut Mahakam Kritis, Peneliti Soroti Ancaman Jaring hingga Kapal Tongkang

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 01 Oktober 2025 15:13
Populasi Pesut Mahakam Kritis, Peneliti Soroti Ancaman Jaring hingga Kapal Tongkang
Peneliti Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) Danielle Kreb. (Defrico/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Tren populasi pesut mahakam dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Informasi yang didapat, tersisa sekitar 60-an ekor pesut yang hidup di perairan Sungai Mahakam. Untuk itu, peneliti hingga stakeholder sedang menyiapkan rencana aksi konservasi untuk penyelamatan pesut mahakam.

Peneliti Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) Danielle Kreb menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi untuk pelestarian pesut. Inisiatif ini berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup. 

"Rencana aksi konservasi pesut melibatkan perlindungan habitat dari pencemaran dan kerusakan, pengelolaan sampah yang lebih baik di sekitar Sungai Mahakam, hingga penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal," ujarnya pada Rabu (1/10/2025).

Adapun langkah lain yang dilakukan yakni pelibatan masyarakat dalam pelaporan dan pemantauan pesut secara rutin untuk memastikan kebijakan konservasi efektif.

"Nantinya, masing-masing OPD terkait diharapkan dapat mengambil peran sesuai tanggung jawabnya. Kami menyambut sangat baik inisiatif ini, dan mudah-mudahan bisa segera ada perbaikan habitat pesut," sebutnya.

Populasi pesut Mahakam masih terus menurun. Pada tahun 2024 jumlahnya hanya sekitar 60 ekor. Untuk tahun ini (2025), pihaknya masih menghitung dan memonitoring pesut, yang hasilnya akan keluar di akhir tahun.

"Kami belum bisa memastikan tahun ini, karena perlu tiga kali survei dengan interval empat bulan. Metode penghitungan dilakukan berdasarkan identifikasi sirip, karena setiap pesut memiliki ID sirip," ungkapnya.

Saat ini, ada pesut yang lahir namun juga ada yang mati. Kematian pesut masih menjadi tantangan. Meski demikian, ada kemajuan karena kasus pesut mati terjerat jaring nelayan sudah jauh berkurang, berkat upaya bersama bersama.

"Setiap ada bangkai pesut ditemukan, kami langsung turun untuk melakukan uji lapangan, agar mengetahui penyebab kematiannya. Dari hasil analisis, kami bahkan menemukan mikroplastik dalam tubuh pesut," pungkasnya.

Disamping itu, ia menyebut sebagian besar kematian pesut disebabkan oleh jaring, tertabrak kapal tongkang, racun, pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya.

"Pernah juga ada kasus setrum, bahkan anak pesut yang masih bayi pernah terkena setrum. Hal-hal seperti ini jelas membutuhkan pengawasan yang lebih ketat," tutupnya.

[RWT] 



Berita Lainnya