Opini
Swasembada Pangan Bukan Sekadar Ambisi, Apalagi Basa-basi Capres Cawapres 2024
Oleh: Renaldi Saputra (Founder Agriculture Youth Movement (Gerakan Pemuda Pertanian))
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sudah di depan mata, masing-masing calon telah menyampaikan visi-misi dan janji politiknya atau ambisi masing-masing paslon mengenai strategi mengatasi persoalan pangan.
Visi-misi calon presiden dan wakil presiden akan menjadi rujukan pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kandidat terpilih. Sebagai RPJMN, maka ia harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pertanyaannya, apakah RPJPN 2005- 2025 dapat menjadi panduan bagi perjalanan negara Indonesia dalam 25 tahun (specific, measurable, attainable, realistic, and time bound).
Dalam RPJPN 2005-2025, visi pembangunan nasional adalah mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Artinya, di tahun 2025 seharusnya Indonesia telah menjadi negara yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam RPJPN empat istilah tersebut didefinisikan sebagai berikut:
- Mandiri: mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
- Maju: tingkat kemakmuran yang tinggi disertai dengan sistem dan kelembagaan politik dan hukum yang mantap.
- Adil: tidak ada pembatasan/diskriminasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah.
- Makmur: seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting bagi bangsa-bangsa lain.
Fakta Pangan Kita
Catatan dari RPJP dan RPJM adalah lemahnya Pemerintah dalam merumuskan RPJPN yang specific, measurable, attainable, realistic, and time bound. Dampaknya adalah potensi ketidaksinkronan kebijakan. Misalnya: terkait visi Mandiri dimana salah satunya adalah sektor pangan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan produksi beras sepanjang 2023 sebesar 30,90 juta ton dan mengalami penurunan sebanyak 645,09 ribu ton atau 2,05 persen dibanding produksi beras di tahun 2022 yang sebesar 31,54 juta ton. Angka ini masih di bawah target produksi Kementerian Pertanian sebesar 35 juta ton hingga akhir tahun. Namun di sisi lain, pemerintah justru mengambil kebijakan yang mengurangi produksi pangan dengan alih fungsi lahan.
BPS juga memperkirakan bahwa hingga awal tahun 2024, produksi beras akan memasuki level terenda dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Produksi beras nasional yang makin menyusut sementara kebutuhan konsumsi lebih tinggi dan terus bertambah akan berdampak pada impor yang makin meningkat untuk memenuhi kebutuhan beras domestik. Oleh karena itulah hingga kini kita masih menjadi net-importir beras serta masih belum bisa menjadi negara yang berswasembada kendati mendapat julukan negeri yang kaya akan sumber daya alam.
Melihat fakta yang ada mengenai persoalan pangan, ini menjadi tantangan serius bagi para capres dan cawapres 2024 untuk bisa mengatasi permasalahan tersebut. Tidak hanya ambisi melalui visi-misi serta janjinya di pilpres namun mampu memberikan solusi serta menyelesaikan seluruh persoalan atau masalah di sektor pertanian kita, seperti alih fungsi lahan yang terus terjadi akibat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi, serta jumlah profesi petani yang semakin turun.
Alih Fungsi Lahan dan Jumlah Petani Yang Semakin Turun Swasembada pangan menjadi angan dan cita-cita bangsa yang belum tercapai hingga kini karena alih fungsi lahan terus meningkat serta profesi petani menyusut. Menurut BPS luas lahan baku sawah nasional kian menyusut, diketahui pada 2008 luas lahan sebesar 8,07 juta hektar (ha), terbaru pada 2019 angkanya menyusut menjadi 7,46 juta ha. Bahkan pada 2023 ini, luas panen padi kebanyakan hanya terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Alih fungsi lahan ini potensi bisa terjadi terus menerus apabila tidak diregulasi baik oleh pemerintah. Pasalnya, pertumbuhan penduduk Indonesia pada 2023 yang sudah menembus 278 juta jiwa mayoritas merupakan usia produktif yang membutuhkan tempat tinggal, pemukiman, industri, dan lainnya.
Selain itu, profesi petani dari tahun ke tahun kian menyusut akibat generasi muda kini tak terlalu tertarik dengan profesi tersebut. Pasalnya, rata-rata upah di sektor pertanian merupakan yang terendah dibanding sektor lainnya, data BPS per Juli 2023 sebesar Rp68.740 per hari atau berkisar Rp2 juta per bulan.
Dibandingkan profesi lainnya, kesejahteraan petani Indonesia jauh di bawah tolak ukur kesejahteraan yang dibuat oleh pemerintah. Siapapun bisa melihat kalau dalam setiap jamnya, 12 hektar lahan pangan menghilang dan bahkan 59 orang petani dalam kurun satu jam setiap hari tergusur dari lahannya.
Ambisi Capres dan Cawapres 2024 di Sektor Pangan
Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bersaing di Pemilu 2024 menempatkan pembangunan pangan dan pertanian dalam posisi yang utama pada visi, misi, dan program yang mereka tawarkan walau dalam penyebutan berbeda.
Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada misi pertama, dari ”8 Jalan Perubahan” yang diusung, ingin memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah melalui kemandirian pangan, ketahanan energi, dan kedaulatan air.
Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada misi kedua, dari delapan misi (Asta Cita), menargetkan pemantapan sistem pertahanan dan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi dan air, ekonomi kreatif, serta ekonomi hijau dan ekonomi biru.
Sementara pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD melalui ”8 Gerak Cepat Ganjar Pranowo dan Mahfud MD”, pada misi ketiga, yang terkait dengan upaya ”Mempercepat Pembangunan Ekonomi Berdikari Berbasis Pengetahuan dan Nilai Tambah”, menargetkan pencapaian kedaulatan pangan. Di antaranya melalui pangan yang terjamin, terjaga, terjangkau, dan terdiversifikasi.
Visi-misi diolah indah, seolah hadir di ruang hampa. Ketiga paslon tidak menunjukkan kebijakan yang lebih jelas dalam membangun gagasannya dan mengatasi masalah yang kita hadapi sebagai sebuah bangsa. Contoh kita bisa lihat di Kalimantan Timur maraknya aktivitas pertambangan baik legal maupun ilegal, lubang-lubang tambang yang tidak direklamasi yang mengakibatkan kerusakan pada lahan pertanian, dan lainnya. Dari data yang ada kita dapat koreksi bersama. Dengan segala bentuk kebijakan pemerintah baik pusat dan lokal berencana menciptakan ruang hidup yang buruk hingga menakutkan bagi masyarakat dan pertanian.
Kita tahu bersama, segala jenis izin ekstraksi akan memberi daya rusak, mengancam, melanggar hukum, dan mematikan kehidupan. Kita membutuhkan kebijakan serta tindakan yang jelas dari pemerintah untuk bisa mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut khususnya di sektor pertanian untuk bisa berswasembada pangan, bukan hanya ambisi apalagi basa-basi.
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- DKP PPU Rutin Uji Keamanan Pangan untuk Pastikan Produk Aman Konsumsi
- Dukung IKN dan Masyarakat Lokal, DKP PPU Pastikan Produk Pangan Bebas Residu
- BPS Beri Penghargaan ke Pemkab PPU atas Keberhasilan Pengelolaan Data Ketahanan Pangan
- 5 Keamanan Pangan untuk Keluarga, Bebas Virus dan Bakteri Jahat
- Pemetaan Pertanian di Hulu, Langkah Strategis Distanak Kukar Tingkatkan Ketahanan Pangan