Daerah

Banjir Ancam Produktivitas Pangan Kukar, Pengamat: Ekologi dan Ekonomi Tidak Bisa Dipisahkan

M Jaini Rasyid — Kaltim Today 27 Mei 2025 19:38
Banjir Ancam Produktivitas Pangan Kukar, Pengamat: Ekologi dan Ekonomi Tidak Bisa Dipisahkan
Sawah di Kukar. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Ancaman banjir yang terus berulang di Kalimantan Timur, termasuk wilayah Kutai Kartanegara (Kukar), bukan hanya soal kerusakan infrastruktur dan aktivitas ekonomi yang lumpuh sementara. Lebih dari itu, bencana ini berdampak jangka panjang terhadap produktivitas pangan dan keberlanjutan ekosistem pertanian daerah.

Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi, menyebut persoalan banjir tidak bisa dilihat secara sempit. 

“Ini bukan cuma urusan genangan air. Banjir berdampak ke banyak aspek, bisa soal kesehatan, sosial, ekonomi, dan juga ekologi. Kalau lahan-lahan pertanian rusak atau menyempit, kita bisa kehilangan ketahanan pangan,” jelasnya saat dihubungi Kaltimtoday, Selasa (27/5/2025).

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, produksi padi di Kukar memang mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2020 tercatat sebanyak 110.940 ton gabah kering giling. Namun, angkanya terus menurun hingga tahun 2022 hanya mencapai 106.117 ton, yang jika dikonversi setara 61.725 ton beras. 

Salah satu penyebab utamanya adalah penyempitan lahan panen akibat alih fungsi lahan dan gangguan ekosistem.

“Kalau banjir terus berulang dan tidak ada solusi ekologis, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Lahan rusak, gagal panen, petani mundur. Ini bukan soal kerugian langsung saja, tapi soal potensi hilangnya fungsi ekonomi dan sosial pertanian,” lanjut Purwadi.

Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar sendiri tengah berupaya mengejar target Luas Tambah Tanam (LTT) hingga 23.100 hektare pada akhir 2025, baik untuk padi sawah maupun padi kering. 

Namun, hingga 23 Mei 2025, realisasi tanam baru mencapai 1.707,5 hektare dari target bulanan 3.113 hektare. Artinya, Kukar baru menyentuh 54,85 persen target bulan ini, dan masuk dalam kategori “kuning”.

“Kalau target LTT tidak tercapai, artinya kita akan sulit mengembalikan produktivitas pertanian seperti sebelumnya. Dan ujung-ujungnya, akan berdampak pada stok pangan, distribusi, hingga harga di pasaran,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa pemulihan ekonomi daerah harus menyatu dengan kebijakan adaptasi iklim dan pengelolaan risiko bencana.

“Kalau kita bicara investasi atau pertumbuhan ekonomi Kukar, pertanian tidak bisa diabaikan. Dan pertanian sangat rentan terhadap gangguan ekologis seperti banjir,” ucapnya.

Menurut Purwadi, negara harus hadir dengan langkah konkret.

“Bukan hanya respons saat banjir terjadi, tapi juga perencanaan jangka panjang dari tata ruang, perbaikan infrastruktur, sampai penguatan kelembagaan petani. Ini soal ketahanan daerah, dan masa depan pangan kita,” tutupnya.

[RWT]



Berita Lainnya