Daerah

Baru Dua Dapur MBG yang Kantongi SLHS di Samarinda, Uji Sampel Makanan Jadi Tantangan Utama

Nindiani Khadijah — Kaltim Today 15 November 2025 19:30
Baru Dua Dapur MBG yang Kantongi SLHS di Samarinda, Uji Sampel Makanan Jadi Tantangan Utama
Suasana salah satu dapur MBG yang ada di Samarinda. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Upaya Pemerintah Kota Samarinda memastikan keamanan pangan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi tantangan besar. Hingga awal November 2025, baru dua dari total belasan dapur SPPG yang beroperasi resmi mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). 

Sebelumnya, Pemerintah Pusat telah memberi tenggat penyelesaian sertifikasi pada akhir Oktober 2025. Namun, realisasinya di lapangan, masih belum optimal. Kepala Dinas Kesehatan Samarinda, Ismed Kusasih, menjelaskan bahwa proses SLHS tidak bisa dipercepat secara sembarangan karena berkaitan langsung dengan keselamatan siswa.

“Dari 14 SPPG yang ada, baru dua yang keluar sertifikasinya. Yang pertama SPPG Samarinda Ulu, yang kedua SPPG Polres,” ungkap Ismed. 

Menurut Ismed, ada tiga syarat utama yang wajib dipenuhi: pelatihan penjamah makanan, pemeriksaan kesehatan pekerja (meliputi bebas TBC dan Hepatitis), serta inspeksi lapangan. “Bukan berarti bisa kita terbitkan begitu saja. Semuanya tentu tetap harus memenuhi syarat dasar SLHS.”

Untuk dua syarat pertama, sebagian besar SPPG dinilai sudah memenuhi. Dinas Kesehatan bahkan memotong birokrasi dengan memberikan rekomendasi langsung dari Kepala Dinas agar proses perizinan lebih cepat.

“Khusus SLHS SPPG ini, rekomendasinya cukup dari Kepala Dinas. Tapi tetap mereka harus proaktif. Kalau pekerjanya 50 orang, semuanya tetap harus diperiksa,” tegasnya.

Namun tantangan terbesar justru terletak pada syarat ketiga: uji laboratorium mikrobiologi terhadap sampel makanan yang diperoleh saat melakukan inspeksi lapangan. Tahap ini, diketahui membutuhkan waktu berhari-hari.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinkes Samarinda, Rudi Agus Riyanto, mengatakan bahwa sebagian besar SPPG bukan gagal, tetapi belum memiliki hasil lab.

“Yang paling kita tekankan itu bakteri Escherichia coli. Media bakteri harus ditunggu beberapa hari. Jadi ini bukan soal lolos atau tidak lolos, tapi hasilnya belum keluar,” jelasnya.

Rudi menegaskan, keterlambatan bukan karena kesalahan laboratorium. Seluruh proses harus mengikuti prosedur keamanan pangan yang ketat. “Kami tidak mau menyalahi aturan teknis kesehatan. Tapi hal-hal yang bisa dipercepat seperti birokrasi, kami percepat. Begitu hasil keluar, langsung ditandatangani Pak Kadis,” katanya.

Selain itu, masih banyak SPPG yang belum memenuhi detail teknis Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL), yang kerap dianggap remeh oleh pengelola dapur. Temuan di lapangan menunjukkan masih adanya sampah yang tidak dipisah, tempat sampah tanpa tutup, bahan makanan yang diletakkan di lantai, hingga kesalahan prosedur distribusi.

“Contoh saja mobil pengangkut harus box tertutup, bukan pick up. Mobilnya juga tidak boleh masuk dengan moncong ke depan, harus mundur agar makanan bisa langsung masuk ke box. Hal seperti itu banyak yang baru tahu saat kami beri arahan,” ujar Rudi.

Ia menegaskan, detail teknis itu penting karena satu kelalaian kecil dapat berdampak besar pada ribuan siswa penerima MBG. “Kalau semua taat, mudah-mudahan di Samarinda tidak ada keracunan,” pungkas Rudi.

Dinkes Samarinda kini mendesak seluruh SPPG yang belum tersertifikasi untuk segera proaktif melengkapi syarat SLHS, termasuk menuntaskan pelatihan, pemeriksaan kesehatan pekerja, serta memperbaiki sistem higiene sanitasi dan alur distribusi. 

[NKH | RWT] 



Berita Lainnya