Opini

Inklusi dalam Pendidikan: Realitas Penyelenggaraan di Kota Samarinda

Kaltim Today
19 September 2024 07:00
Inklusi dalam Pendidikan: Realitas Penyelenggaraan di Kota Samarinda

Oleh: Novalin Delvia Sari (Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unmul)

Praktik pendidikan inklusif menjadi agenda penting dalam pembangunan berkelanjutan. Kehadiran sekolah inklusif adalah aksi nyata dari penerapan pendidikan inklusif. Dengan sekolah inklusif, kesempatan belajar terbuka untuk seluruh peserta didik, termasuk anak berkebutuhan khusus.

Hal ini juga mengajarkan nilai saling menghargai, menghormati, tanpa diskriminasi. Sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 10 menyebutkan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan bermutu di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah kewajiban pemerintah sebagai upaya pemenuhan layanan masyarakat dalam bidang pendidikan. Di Kota Samarinda, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota bersama Pemerintah Kota Samarinda menjadi sektor utama yang memberikan pendampingan dan pelayanan untuk mempercepat terwujudnya hak-hak penyandang disabilitas melalui pendidikan inklusif berkualitas di Kota Samarinda.

Hingga tahun ini, progres pendidikan inklusif di Samarinda telah mencapai 56,45% dari jumlah total sekolah di Kota Samarinda. Sebanyak 175 sekolah telah menerima anak-anak berkebutuhan khusus dari total 310 sekolah di Kota Samarinda (Sumber: Niaga 2024).

Dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan pendidikan inklusif, Disdikbud Kota Samarinda menghadirkan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (PLDPI) sebagai unsur pelaksana teknis sebagian tugas Dinas untuk meningkatkan kualitas pendidikan inklusif.

Regulasi Peraturan Walikota Samarinda Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi serta Tata Kerja UPTD Pusat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif mengubah Pusat Layanan Autis (PLA), yang sebelumnya fokus pada layanan anak autis, menjadi PLDPI. Tujuan perubahan ini adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih komprehensif bagi semua anak berkebutuhan khusus serta menciptakan pendidikan inklusif di Kota Samarinda.

Namun, dalam penyelenggaraannya, pendidikan inklusif masih menghadapi sejumlah kendala. Menurut Kepala Disdikbud Kota Samarinda, masih terdapat beberapa tantangan, termasuk kekurangan tenaga pendidik dan ruang kelas khusus yang memadai. Dari 175 sekolah inklusi, 160 di antaranya mengalami kekurangan tersebut, yang menghambat proses pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus di semua tingkatan (Yulianti, 2024). Selain itu, sebagai unit teknis di bawah Disdikbud Kota Samarinda, UPTD PLDPI menghadapi keterbatasan anggaran operasional, sehingga sulit memaksimalkan kegiatan pendidikan inklusif.

Beberapa alternatif kebijakan yang dapat dipertimbangkan pemerintah untuk memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Samarinda adalah sebagai berikut:

1. Pemberian bantuan tenaga pengajar berlatar belakang pendidikan luar biasa di setiap sekolah inklusif.

Formulasi kebijakan ini memungkinkan sekolah inklusif mendapat dukungan dari tenaga pengajar yang memiliki keahlian dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, sehingga layanan pendidikan menjadi lebih baik.

2. Pengalokasian dan pengawasan anggaran untuk fasilitas sekolah inklusif yang ramah disabilitas.

Pengawasan dari lembaga terkait, seperti Dinas dan DPRD, harus ditingkatkan agar anggaran yang dialokasikan sesuai regulasi dapat digunakan secara maksimal untuk menunjang pendidikan.

3. Kewajiban UPTD melakukan inspeksi dan membantu penyelenggaraan pendidikan inklusif di seluruh sekolah inklusif Kota Samarinda.

Sebagai unit pelaksana teknis di bawah Disdikbud, UPTD yang menangani pendidikan inklusif diharapkan dapat memberikan arahan dan pelayanan kepada sekolah-sekolah inklusi, termasuk dalam pembekalan SDM, pemberdayaan guru, siswa, dan sistem belajar yang berkeadilan tanpa diskriminasi.

4. Pemberian insentif atau tambahan penghasilan kepada guru penggerak pendidikan inklusif di sekolah.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan semangat dan kualitas tenaga pengajar dalam melaksanakan pendidikan inklusif di sekolah mereka.

Mewujudkan pendidikan inklusif berkualitas membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, seperti pemangku kekuasaan eksekutif daerah, legislatif di bawah tanggung jawab Komisi IV DPRD Kota, kelompok berkepentingan, serta akademisi yang peduli terhadap pendidikan inklusif.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya