Nusantara

Jaksa Tolak Eksepsi, PH Tuding Dakwaan Kasus Telemow Tidak Jelas

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 14 April 2025 19:40
Jaksa Tolak Eksepsi, PH Tuding Dakwaan Kasus Telemow Tidak Jelas
Suasana sidang perkara pengancaman dan penyerobotan tanah di Desa Telemow berlangsung di ruang sidang utama PN PPU, Senin, (14/4/2025). (Aset Kaltimtoday.co)

Kaltimtody.co, Penajam - Sidang perkara pengancaman dan pelanggaran terkait penyerobotan lahan di Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), kembali digelar di Pengadilan Negeri PPU pada Senin, (14/4/2025).

Persidangan ini merupakan lanjutan dari sidang sebelumnya pada 26 Maret 2025 lalu, dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum (PH) terdakwa.

Perkara ini tercatat dengan dua nomor berbeda. Perkara nomor 52/Pid.B/2025/PN Pnj menyangkut pengancaman, sementara perkara nomor 53/Pid.B/2025/PN Pnj berisi dakwaan pelanggaran mengenai tanah, tanaman, dan pekarangan.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) PPU, Eko Purwanto, seusai persidangan memastikan bahwa jaksa telah menyampaikan penolakan secara tegas terhadap seluruh dalil dalam eksepsi yang disampaikan PH terdakwa. Menurutnya, langkah selanjutnya ada di tangan hakim melalui putusan sela.

“Dari penuntut umum pastilah menolak apa yang didalilkan penasihat hukum para terdakwa di dalam eksepsinya. Makanya nanti tetap pertimbangannya ada di majelis hakim. Kita lihat nanti putusan sela seperti apa,” ujar Eko Purwanto.

Menurut Eko, dakwaan jaksa telah memenuhi syarat formil maupun materiil sehingga tidak ada alasan bagi PH untuk menyatakan dakwaan tidak jelas atau obscured. Jaksa berpandangan bahwa unsur-unsur dalam dakwaan sudah dipahami terdakwa ketika sidang pembacaan dakwaan sebelumnya.

“Kalau dari kam, menganggap dakwaannya sudah jelas, tidak obscured, karena pada saat persidangan dakwaan kemarin kan sudah sempat ditanyakan terdakwanya bagaimana dakwaannya. ‘Mengerti,’ bilangnya. Gitu, berarti kan dia udah paham. Berarti kan mengerti apa yang disampaikan, apa yang didakwakan, dan pasal-pasalnya dia udah tahu,” jelasnya.

Eko menilai justru ada kontradiksi antara terdakwa dengan penasihat hukumnya dalam menyikapi kejelasan dakwaan jaksa. Menurutnya, terdakwa menyatakan telah memahami isi dakwaan, namun penasihat hukumnya justru menyatakan sebaliknya.

“Malah justru ada kontradiktif nih, terdakwa dengan PH-nya. Terdakwanya mengerti, kok PH-nya enggak mengerti,” katanya.

Jaksa juga menjelaskan lebih jauh pasal-pasal yang digunakan dalam dakwaan perkara penyerobotan lahan. Pasal yang didakwakan adalah Pasal 372 dan Pasal 385 ke-1 KUHP dengan dakwaan alternatif. Eko menyebutkan unsur-unsur pasal secara detail dalam keterangannya kepada wartawan.

“Pasal yang didakwakan Pasal 372 dan Pasal 385 ke-1 KUHP. Unsurnya sih, barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat, sesuatu gedung, bangunan, penanaman, atau pembenihan di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain,” ucap Eko.

Sementara untuk perkara pengancaman, pasal yang didakwakan adalah Pasal 336 Ayat (1) KUHP dan Pasal 335 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Eko memastikan, dalam persidangan nanti pihaknya akan membuktikan pasal mana yang paling sesuai dengan fakta persidangan dan alat bukti yang tersedia.

“Kami pun pada saat membuktikannya nanti harus pilih salah satu mana yang kami buktikan yang memang benar-benar sesuai dengan alat buktinya. Nanti yang paling tepat, yang mana,” katanya lagi.

Tentang status penahanan para terdakwa, Eko menegaskan hal tersebut merupakan kewenangan majelis hakim. Pihak kejaksaan hanya akan melaksanakan penetapan yang dikeluarkan hakim terkait penahanan atau penangguhan penahanan.

“Ini kan penahanannya tahanan hakim, kewenangannya hakim. Kalau misalnya hakim nanti mengeluarkan penetapan, ternyata ditangguhkan, ya kita tangguhkan. Sekarang kita tinggal menjalankan penetapan hakim dan putusan hakim,” katanya.

Eko juga menegaskan bahwa Kejaksaan Negeri PPU menangani perkara ini secara profesional dan tidak akan terpengaruh tekanan atau intervensi pihak luar. Menurutnya, jaksa bekerja berdasarkan alat bukti yang dimiliki dan aturan hukum yang berlaku.

“Tidak ada hubungannya dengan yang lain-lain. Kita pure di situ saja. Enggak akan terpengaruh dengan yang lain-lain,” ucap Eko lagi. “Yang penting kita bekerja sesuai koridor dan sesuai aturan, dan alat buktinya ada. Itupun kalaupun hakim tidak mempertimbangkan, itu kan masalahnya beda lagi.”

PH Terdakwa Nilai Dakwaan Jaksa Tidak Komprehensif

Di sisi lain, Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, yang juga menjadi PH menilai tanggapan jaksa dalam sidang tersebut sangat tidak komprehensif dan tidak menyentuh substansi eksepsi yang diajukan pihaknya. Ia mengatakan bahwa tanggapan JPU hanya bersifat parsial dan tidak mengandung argumentasi logis.

“Pada intinya mereka menolak semuanya, eksepsi dari PH, dengan beralasan tidak berdasar hukum. Tetapi sebenarnya, kalau menurut catatan kami tadi, itu yang disampaikan JPU itu tidak secara komprehensif menggambarkan tanggapan atas keseluruhan,” ujar Fathul.

Ia juga menilai ada ketidakjelasan dalam dakwaan JPU yang menggabungkan dua tindak pidana yang berbeda, yaitu penggelapan dan penyerobotan lahan, dalam satu kronologi peristiwa. Hal ini, menurut Fathul, merupakan tindakan yang sangat keliru dan menyesatkan secara hukum.

“Antara penyerobotan lahan dan penggelapan itu dijadikan satu. Relevan dari Hongkong. Enggak mungkin itu relevan. Malah menyesatkan karena beda antara penyerobotan lahan dan penggelapan. Itu sudah beda sekali. Terus bagaimana bisa dijadikan satu kronologisnya? Kok aneh,” ujarnya.

Fathul juga mengkritisi sikap JPU yang menganggap terdakwa sudah memahami dakwaan yang dibacakan secara cepat dalam persidangan sebelumnya. Menurutnya, terdakwa sebenarnya tidak memahami isi dakwaan karena ada tekanan psikologis akibat relasi kuasa di ruang sidang.

“Karena ada relasi kuasa yang timpang di dalam persidangan. Orang itu takut. Kalau dia bilang jelas, enggak mungkin dia menyerahkan ke penasihat hukum,” katanya lagi.

Ia berharap majelis hakim dalam perkara ini bisa tetap independen dan tidak terpengaruh faktor eksternal, termasuk kedatangan Hashim Djojohadikusumo ke PPU pada 9 April 2025 lalu, yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi independensi hakim.

“Jangan cuma karena Hashim adiknya Prabowo, terus hakim tidak jadi independen. Jadi ingat-ingat saja quotes-nya JPU tadi ketika tanggapan yang begitu istimewa. Jangan cuma sekadar quotes, tetapi diterapkan. Jangan manis saja di persidangan tetapi kelakuan buruk,” tegas Fathul.

Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada 21 April 2025 mendatang dengan pembacaan putusan sela oleh majelis hakim untuk menentukan apakah perkara ini akan diteruskan ke pokok perkara atau berhenti sampai di sini.

[RWT]



Berita Lainnya