Politik

Judicial Review UU Pilkada, Aturan Cuti Kepala Daerah Digugat ke Mahkamah Konstitusi

Network — Kaltim Today 03 September 2024 15:04
Judicial Review UU Pilkada, Aturan Cuti Kepala Daerah Digugat ke Mahkamah Konstitusi
Kuasa Hukum Harseto, Viktor Santoso Tandiasa seusai mendaftarkan uji materi ketentuan cuti kepala daerah dalam UU Pilkada di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 3 September 2024. (Beritsatu.com)

Kaltimtoday.co - Seorang warga Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Harseto Setyadi Rajah, mengajukan gugatan judicial review (JR) terhadap Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban cuti bagi kepala daerah petahana selama masa kampanye.

Dalam gugatan ini, Harseto meminta agar aturan cuti kepala daerah petahana disamakan dengan ketentuan cuti untuk presiden dan wakil presiden petahana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Harseto, menjelaskan bahwa kliennya merasa dirugikan oleh ketentuan UU Pilkada yang mengharuskan kepala daerah petahana mengambil cuti penuh selama masa kampanye jika mencalonkan diri kembali. Sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2/2024, masa kampanye Pilkada 2024 akan berlangsung dari 25 September hingga 23 November 2024, atau selama 60 hari.

"Jika mengikuti aturan yang ada, calon kepala daerah petahana harus menjalani cuti selama 60 hari. Selama masa cuti tersebut, posisi kepala daerah akan diisi oleh pelaksana tugas (Plt) atau penjabat sementara (Pjs) kepala daerah," ujar Viktor di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2024).

Viktor menambahkan bahwa aturan cuti dalam UU Pilkada ini mengharuskan kepala daerah petahana untuk mengambil cuti selama sekitar dua bulan. Akibatnya, selama 60 hari tersebut, jabatan kepala daerah akan dipegang oleh Plt atau Pjs.

Namun, Viktor berpendapat bahwa penjabat sementara yang ditunjuk sering kali tidak dapat menjalankan tugas secara optimal karena mereka juga harus menjalankan jabatan definitifnya di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Mahkamah Konstitusi sudah menyadari hal ini dalam pertimbangan hukum pada putusan MK Nomor 60/PUU-XIV/2016. Akibatnya, yang dirugikan adalah masyarakat di daerah yang dipimpin oleh Plt/Pjs, yang pada gilirannya mempengaruhi jalannya pemerintahan daerah," tambah Viktor.

Lebih lanjut, Viktor menyoroti perbedaan pengaturan cuti antara kepala daerah petahana dan presiden/wakil presiden petahana. Dalam Pasal 281 ayat (2) UU Pemilu, pelaksanaan cuti dan jadwal cuti harus mempertimbangkan kelancaran tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah. Capres atau cawapres petahana tidak diwajibkan cuti penuh selama masa kampanye, tetapi hanya pada saat kampanye atau sesuai kebutuhan.

"Perbedaan aturan ini menimbulkan diskriminasi hukum yang merugikan masyarakat. Padahal, MK sudah menegaskan bahwa tidak ada lagi perbedaan rezim pemilihan antara pemilu dan pilkada, namun kenyataannya, aturan cuti kampanye masih berbeda," jelasnya.

Viktor meminta MK untuk segera menanggapi uji materi ini melalui persidangan cepat atau speedy trial, mengingat tahapan kampanye pilkada akan dimulai pada 25 September 2024.

"Kami berharap MK segera memeriksa perkara ini, menggelar sidang perbaikan permohonan, dan melaksanakan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Pengalaman dari perkara uji materi batas usia calon kepala daerah menunjukkan bahwa MK dapat memprioritaskan perkara semacam ini untuk diputuskan sebelum masa pendaftaran calon kepala daerah," jelas Viktor.

Viktor juga mengharapkan agar putusan MK ini segera ditindaklanjuti oleh KPU dengan berkonsultasi bersama DPR untuk menyesuaikan PKPU dengan putusan MK. Ia berharap agar permohonan uji materi ketentuan cuti calon kepala daerah dapat diprioritaskan MK untuk diputuskan sebelum 25 September 2024.

"Kami berharap MK tidak memperlakukan perkara ini berbeda dengan perkara terkait batas usia calon kepala daerah yang diputus cepat sebelum masa pencalonan," ujarnya.

Viktor menekankan bahwa perkara ini berkaitan dengan potensi kerugian yang akan dialami masyarakat selama 60 hari masa kampanye, di mana kepala daerah dipimpin oleh Plt yang bisa memengaruhi kelancaran pemerintahan daerah.

Dalam petitumnya, Viktor meminta MK untuk menyatakan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau conditionally unconstitutional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:

1. Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang mencalonkan kembali di daerah yang sama harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.
2. Pengaturan lama dan jadwal cuti harus mempertimbangkan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya