Nusantara
Pengacara Sebut Vonis Perkara Telemow Sarat Kejanggalan, Warga Terancam Kehilangan Tanah

Kaltimtoday.co, Penajam - Majelis hakim Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara (PN PPU) akhirnya menjatuhkan vonis dalam dua perkara pidana yang menyedot perhatian publik di Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kamis (5/6/2025).
Perkara nomor 52/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pengancaman, serta perkara nomor 53/Pid.B/2025/PN Pnj terkait pelanggaran atas tanah, tanaman, dan pekarangan atau penyerobotan lahan, berakhir dengan vonis masing-masing tiga bulan penjara bagi para terdakwa.
Pengacara Publik dari LBH Samarinda yang juga penasihat hukum terdakwa, Fathul Huda Wiyashadi, menyampaikan bahwa vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa.
"Yang untuk nomor register perkara nomor 52/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pengancaman, diputus hakim terbukti secara sah dan meyakinkan divonis tiga bulan. Untuk tuntutannya kemarin 6 bulan," ujar Fathul.
Demikian juga perkara nomor 53 tentang pelanggaran terhadap tanah, tanaman, dan pekarangan atau penyerobotan lahan, hakim menjatuhkan hukuman tiga bulan dari tuntutan jaksa selama satu tahun.
Sebagai Informasi, penahanan terhadap para terdakwa dilakukan sejak 13 Maret 2025. Hingga putusan ini dijatuhkan, mereka telah menjalani masa tahanan sekitar 2 bulan 23 hari. Dengan vonis tiga bulan, apabila para terdakwa menerima putusan tersebut, mereka akan menjalani sisa masa tahanan sekitar 7 hari lagi.
Meski lebih ringan, Fathul secara tegas mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap logika hukum yang digunakan majelis hakim dalam memutus perkara pengancaman. Ia menyebut ada kekeliruan logika di mana hakim mengaitkan peristiwa pengancaman di portal dengan rapat dengar pendapat (RDP) saat 2023 lalu di Gedung DPRD PPU.
"Kalau terkait yang pengancaman, ada beberapa yang kami tidak sepakat dengan pertimbangan majelis hakim yang mengatakan dan menyambung-nyambungkan antara peristiwa di portal dan di RDP," jelasnya.

Ia kemudian memberikan ilustrasi yang menurutnya membingungkan logika dalam putusan tersebut, yakni soal informasi penggusuran yang diklaim hakim memicu pengancaman.
"Misal begini, diperoleh petunjuk bahwa Nicholay takut dan terancam, kemudian para terdakwa melakukan pengancaman itu karena ada informasi penggusuran. Loh, penggusuran itu kan infonya setelah RDP. Itu terjadi pasca RDP, jadi ini terbalik logikanya menurut kami," tegasnya.
Selain soal logika terbalik, Fathul juga mempersoalkan sejumlah fakta yang menurutnya tidak sepenuhnya dipertimbangkan dalam perkara penyerobotan lahan. Menurutnya, hakim hanya memilih beberapa fakta untuk mendukung argumen putusan saja.
"Untuk yang penyerobotan lahan, itu ada beberapa hal yang tidak dikutip. Hanya dikutip untuk memenuhi argumentasinya saja," katanya.
Ia mencontohkan keterangan para saksi, Jurianto dan Subrata, mengenai status perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT ITCI, yang menurut hakim mendukung dakwaan penyerobotan.
"Sementara, di fakta persidangan tidak pernah ditunjukkan SHGB yang 1993–1994 itu. Terus, bukti surat kami tidak dipertimbangkan karena dianggap tidak pernah dijelaskan di dalam persidangan, maupun tidak pernah juga dijelaskan di dalam pembelaan ataupun duplik. Padahal, di dalam persidangan sudah jelas dan kami tanyakan itu,” tegasnya.
Fathul secara blak-blakan menyebut vonis ini bernuansa politis. Ia menduga majelis hakim merasa takut terhadap pengaruh Hashim Djojohadikusumo, yang notabene adik Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, kasus semacam ini merupakan gambaran umum ketika masyarakat kecil berhadapan langsung dengan korporasi besar yang dekat dengan kekuasaan.
"Jadi, ada penyimpangan-penyimpangan fakta yang menurut kami di dalam putusan, yang menurut kami ini politis, dan saya merasakan ada aura ketakutan dari majelis hakim terhadap Hashim Djojohadikusumo selaku adik presiden Prabowo Subianto," ungkap Fathul.
Ia bahkan menantang untuk menunjukkan satu kasus saja di mana masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan besar dimenangkan secara bebas oleh pengadilan.
"Kalau ada APH lain yang mengatakan ada yang bebas, sampaikan ke saya kasus yang mana. Masyarakat yang melawan perusahaan, apalagi ini adiknya presiden, tidak ada pernah dibebaskan dan semuanya memang dikriminalisasi," tegasnya.
Terkait langkah selanjutnya, Fathul mengaku pihaknya sedang mempertimbangkan kemungkinan banding, terutama dalam perkara penyerobotan lahan. Ia menduga vonis tiga bulan yang sangat dekat dengan habisnya masa penahanan sengaja dibuat agar terdakwa sulit mengambil keputusan banding.
"Karena begini, vonis tiga bulan itu sangat sesuai prediksi. Jadi memang diambil mepet-mepet dengan berakhirnya masa penahanan, supaya mereka bimbang. Ini milih keluar atau milih lanjut. Kalau milih lanjut, nanti ditahan lagi. Memang itu sudah polanya," ujarnya lagi.
Menurutnya, pola ini lazim terjadi dalam kasus sengketa tanah melawan korporasi. Ia mengingatkan bahwa dampak dari vonis ini akan sangat luas di Desa Telemow. Putusan ini berpotensi dijadikan legitimasi untuk menggusur lahan warga secara lebih masif oleh PT ITCI, yang dinilai memiliki kedekatan dengan lingkaran kekuasaan.
"Telemow akan semakin mencekam menurut saya kalau putusan ini dibiarkan. Jadi sebenarnya, putusan ini adalah semakin membuat warga Telemow terancam oleh penggusuran PT ITCI yang di atas SHGB," tegasnya.
Fathul khawatir, bila tidak segera disikapi, maka tidak menutup kemungkinan wilayah lain di sekitar Telemow pun akan ikut terdampak penggusuran.
Sebagai bagian dari prinsip keberimbangan dan pemenuhan hak jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, redaksi telah berupaya menghubungi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini, Imam Cahyono, untuk mengonfirmasi sejumlah informasi dalam laporan ini.
Saat dihubungi melalui pesan seluler, yang bersangkutan menyampaikan sedang tidak berada di kantor. Redaksi juga telah mengirimkan permintaan keterangan secara tertulis, namun hingga berita ini diterbitkan belum diperoleh tanggapan.
Upaya ini merupakan bagian dari komitmen redaksi dalam menjalankan fungsi pers yang profesional dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik, khususnya terkait prinsip verifikasi dan keberimbangan informasi.
[RWT]
Related Posts
- BPN Kaltim-Kaltara dan PT PLN Tandatangani Kerjasama untuk Percepatan Sertifikasi Aset Negara di Kalimantan
- Dianggap Salahi Aturan, Hibah Lahan di Kampung Labanan Makmur ke Brimob Belum Temui Titik Terang
- Butuh Tenaga Pengukur, Pemkab Kukar dan STPN Yogyakarta Jalin Kerja Sama Pendidikan Bidang Pertanahan
- Bahas RDTR 3 Kecamatan, Bupati Kukar Sampaikan Isu Keterbatasan Lahan di Loa Janan
- Kementerian ATR/BPN Deklarasikan Bontang sebagai Kota Lengkap, Jadi yang Pertama di Pulau Kalimantan