Opini

4 Prinsip Penanganan Krisis Iklim

Kaltim Today
01 Maret 2024 04:57
4 Prinsip Penanganan Krisis Iklim

Oleh : Ari Nurainun, SE (Aktivis Muslimah)

Menteri Keuangan, (Menkeu) Sri Mulyani dalam akun Instagramnya @smindrawati menyebut Indonesia rugi Rp544 triliun imbas perubahan iklim atau climate change. Kerugian ini terhitung pada 2020-2024. Angka kerugian tersebut ia dasarkan pada data Bappenas.

Pada acara Pertemuan Nasional RBP REDD+ Tahun 2024 yang diselenggarakan di Jakarta pada Rabu (21/02/2024) lalu, Menkeu mendorong para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan mengambil langkah nyata dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Menurutnya, perubahan iklim tidak bisa diatasi hanya dengan pertemuan dan seminar, tetapi harus ada tindakan nyata yang kredibel dan efektif.

Sejalan dengan hal itu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Provinsi Kalimantan Timur, melakukan upaya pengendalian perubahan iklim melalui kegiatan kampung iklim dan bank sampah di daerah yang akrab disapa Benuo Taka itu.

Melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PPU, Tita Deritayati menyatakan dukungannya terhadap program tersebut. Menurutnya pembentukan kampung iklim dan bank sampah itu bertujuan menciptakan masyarakat yang berwawasan lingkungan yang mampu beradaptasi dan melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Sepanjang tahun 2023 DLH PPU telah membentuk kampung iklim di 12 desa dan kelurahan dengan dilengkapi bank sampah. Sedangkan awal tahun ini, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Penajam Paser Utara membentuk 15 kampung iklim dengan dilengkapi bank sampah yang terpusat di Kecamatan Waru.

Program kampung iklim (Proklim) telah diluncurkan sebagai gerakan nasional pengendalian perubahan iklim berbasis komunitas oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Tanggal1 Desember 2016. Program ini adalah bagian dari ekonomi hijau.

Ekonomi hijau atau green economy telah menjadi arus utama dalam dinamika ekonomi global dan perekonomian lokal di banyak negara sejak pertama kali dicetuskan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme, UNEP) pada tahun 2008.

Ekonomi hijau juga dianggap sebagai solusi dari sistem ekonomi eksploitatif yang selama ini cenderung merusak lingkungan. Gagasan ekonomi hijau bertujuan untuk memberikan peluang yang besar dalam menunjang pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada aspek lingkungan dan ekosistem. 

Kapitalisme, biang kerok kerusakan iklim

Climate change atau krisis iklim yang menjadi sorotan global hari ini adalah akibat dari massifnya industrialisasi. Hal ini berkonsekuensi pada deforestasi dan pembakaran energi fosil di luar batas, serta bahaya krisis iklim itu sendiri. Maka persoalan krisis iklim harus dilihat sebagai puncak krisis sistem kehidupan sekularisme dan peradaban kapitalisme yang mengancam ruang kehidupan manusia.

Industrialisasi adalah proses perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekuler yang menjadikan pertumbuhan ekonomi dan aspek materi sebagai inti. Karenanya, industrialisasi identik dengan eksploitasi SDA secara rakus.

Pada titik inilah krisis ruang kehidupan generasi menjadi konsekuensi logis dari penambangan SDA. Industrialisasi tak hanya mengakibatkan masyarakat yang bermukim di area penambangan kesulitan mengakses pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Namun juga mengalami pergeseran nilai-nilai kehidupan ke arah sekularisme kapitalisme yang lebih dalam.

Selain itu, industrialisasi identik dengan urbanisasi dan keberadaan kota urban dengan segala kompleksitas khas perkotaan peradaban kapitalismenya telah merenggut ruang hidup generasi.

Program Kampung Iklim (Proklim) dan Green Economy sejatinya hanyalah bentuk cuci tangan negara industri barat atas kerakusan mereka dalam mengeksploitasi sumber daya alam negeri ini. Barat yang menuai keuntungan, rakyat yang merasakan akibat keserakahan mereka.

4 Prinsip Penanganan Krisis Iklim

Aktivitas kehidupan manusia dalam masyarakat Islam terikat dengan syariat. Hal ini diwujudkan penuh kesungguhan oleh setiap anggota masyarakat, termasuk penguasa. Alhasil, nilai materi, moral, spiritual, dan kemanusiaan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan, bisa terwujud secara serasi. 

Di pihak lain, negara hadir untuk memelihara agama, akal, jiwa, harta, keturunan, dan negara itu sendiri. Artinya, penerapan sistem kehidupan Islam dan keberadaan masyarakat Islam dengan sendirinya akan mengakhiri krisis ruang kehidupan generasi, termasuk aktivitas deforestasi, industrialisasi, dan politik energi biofuel sawit yang turut bertanggung jawab atas krisis iklim.

Konsep kehidupan sekuler-kapitalistik bertentangan dengan Islam. Baik paradigma, maupun konsep yang menyertainya. Khususnya pada konsep hutan sebagai milik umum. Rasulullah saw. Bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, rumput, dan api. Harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah).

Barang tambang dengan cadangan berlimpah berstatus milik umum. Ini ditegaskan dalam HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi tentang perbuatan Rasulullah saw. Yang mencabut pemberian tambang garam karena depositnya yang melimpah.

Sementara itu, aspek yang membahayakan kehidupan harus dihilangkan dalam pengelolaannya, termasuk pemberian hak konsesi. Ini ditegaskan Rasulullah saw., “Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain.” (HR Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah). Juga sabdanya, “Tidak ada hima, kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR An-Nasa’i).

Pada saat yang sama, dilangsungkan proyek normalisasi atas berbagai kerusakan yang diakibatkan peradaban kapitalisme, khususnya normalisasi hutan lindung dan kawasan konservasi melalui program reforestasi dan semisal. Demikian juga pemukiman dan perumahan beserta seluruh bangunan infrastruktur di perkotaan dan daerah urban hingga pelosok pedesaan. 

Proyek ini dijamin sukses karena berlangsung di atas sejumlah prinsip sahih yang terpenting. Pertama, falsafah amal dalam Islam sebagai spirit khalifah dan jajarannya dalam pelaksanaan Mega proyek ini. Kedua, kekuasaan sentralisasi dan administrasi desentralisasi. Ketiga, anggaran mutlak berbasis Baitul mal. Keempat, strategi pelaksanaan (termasuk pemanfaatan teknologi terkini) mengacu pada tiga hal, yakni kesederhanaan aturan, cepat dalam pelaksanaan, dan dilakukan oleh individu yang kapabel. Wallahu’alam bishowab.(*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya