Daerah

Di Tengah Larangan KLHK, Pemkot Samarinda Yakinkan Insineratornya Tetap Aman

Kaltim Today
31 Oktober 2025 07:49
Di Tengah Larangan KLHK, Pemkot Samarinda Yakinkan Insineratornya Tetap Aman
Masih dibangun, shelter insinerator di Kawasan Polder Air Hitam yang diproyeksikan menjadi lokasi pilot project. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Larangan penggunaan insinerator atau alat pembakar sampah kembali jadi sorotan setelah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh lagi menggunakan sistem pembakaran limbah yang tidak memenuhi standar emisi. 

Hanif menyoroti bahaya insinerator yang tidak sesuai standar, karena berpotensi mencemari udara hingga menimbulkan dampak kesehatan serius. Ia menjelaskan, pembakaran sampah dengan suhu di bawah 1.850 derajat celcius dapat menghasilkan dioksin dan furan, senyawa kimia beracun yang tidak dapat disaring dan dapat bertahan hingga 20 tahun di lingkungan. Racun ini, kata dia, bahkan dapat memicu penyakit kronis seperti kanker. 

"Bahwa penyelesaian pengelolaan sampah dengan menggunakan insinerator, ini benar-benar dilarang oleh keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Karena, insinerator yang kita gunakan tanpa kaedah yang sangat proven, itu akan menimbulkan penyakit ataupun bencana yang lebih besar daripada sampah itu sendiri," ujarnya dalam acara di Nusa Dua, Bali pada Jumat (25/9/2025). 

DLH Samarinda Pastikan Teknologi Insineratornya Aman dan Sesuai Aturan

Namun di tengah polemik itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda memastikan bahwa insinerator yang tengah dibangun Pemkot Samarinda tetap aman karena menggunakan sistem berbeda dari yang dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Plt. Kepala DLH Samarinda, Suwarso, menjelaskan bahwa insinerator yang dimiliki Pemkot Samarinda telah menyesuaikan dengan ketentuan terkait emisi gas pembuangan hasil pembakaran. 

Plt. Kepala DLH Samarinda, Suwarso. 

“Yang dilarang itu yang tidak memenuhi uji emisi atau sistem pembuangan cerobongnya langsung ke udara,” kata Suwarso ketika ditemui Kaltim Today Kamis (30/10/2025) di Hotel Swiss Bell Samarinda.

Menurutnya, insinerator Samarinda memiliki sistem pembuangan berbeda karena cerobong gas hasil pembakarannya dialirkan ke dalam bak air yang terdiri dari empat unit sehingga sirkulasinya lebih aman dan terjaga. 

“Pembuangan atau cerobongnya kan ke dalam bak-bak air, bukan ke udara. Tapi memang dipersyaratkan agar Pemkot Samarinda melakukan pemeliharaan rutin supaya tidak terjadi kebocoran-kebocoran,” terangnya.

Teknologi Wisanggeni Jadi Solusi

Suwarso menuturkan, insinerator yang diadopsi Samarinda merupakan pengembangan dari unit serupa di Bandung, yakni model Wisanggeni generasi terbaru yang telah melalui berbagai tahap pengujian. “Kita mengambil contoh dari Bandung, sistemnya sama, cerobongnya dialirkan ke air untuk menetralkan gas buang,” tambahnya.

Suwarso juga menegaskan bahwa KLHK tidak melarang secara total penggunaan insinerator, melainkan menekankan pentingnya pemenuhan syarat teknis seperti uji emisi dan pengendalian dioksin dan furan. “Insinerator itu boleh digunakan asal memenuhi syarat uji emisi. Yang tidak boleh itu yang cerobongnya ke udara,” ujarnya.

Untuk perizinan, kata Suwarso, karena alat ini berkapasitas kecil, izin lingkungan yang dibutuhkan cukup berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dari DLH setempat.

Regulasi Tetap Izinkan Insinerator yang Penuhi Baku Mutu Emisi

Terpisah, Anggota Bidang Infrastruktur, Lingkungan Hidup, dan Ketahanan Iklim TWAP Samarinda, Sukisman, menjelaskan bahwa secara hukum, penggunaan insinerator tidak serta-merta dilarang. Justru, kata dia, regulasi telah memberikan pedoman teknis yang ketat agar proses pembakaran limbah tidak mencemari udara. 

Anggota Bidang Infrastruktur, Lingkungan Hidup, dan Ketahanan Iklim TWAP Samarinda, Sukisman.

“Kita harus berhati-hati karena setiap pembakaran sampah itu akan mengeluarkan emisi. Nah, emisi yang dikeluarkan itu harus memenuhi baku mutu,” ujarnya.

Ia mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 70 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengelolaan Sampah Secara Termal. Dalam aturan tersebut, terdapat lampiran yang merinci daftar parameter emisi yang wajib dipenuhi oleh seluruh unit pembakaran, termasuk kadar dioksin dan furan, yakni zat beracun yang menjadi perhatian utama KLHK. 

“Di lampiran satu sudah disebutkan daftar list emisinya yang harus dipenuhi. Jadi pedomannya ini jelas,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sukisman menjelaskan bahwa pengolahan sampah secara termal di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yakni insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi. Ketiganya, menurut dia, sama-sama diizinkan asalkan mampu menjaga kadar emisi di bawah ambang batas yang ditetapkan. 

“Batas emisi dioksin dan furan itu 0,1 nanogram per meter kubik. Jadi kalau kita mengoperasikan insinerator, maka kadar emisinya harus di bawah angka itu tidak boleh lebih,” papar Sukisman.

Selain dioksin dan furan, parameter lainnya yang wajib menjadi perhatian yakni total partikulat, sulfur dioksida, oksida nitrogen, hidrogen klorida, merkuri, karbon monoksida, serta hidrogen fluorida.

Ia juga menyinggung keberlakuan Permen PUPR Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan. Regulasi ini menegaskan bahwa pengolahan sampah secara termal termasuk dalam mekanisme penanganan resmi limbah rumah tangga. 

“Kalau hanya berdasarkan pernyataan saja bahwa insinerator tidak boleh, ya tidak bisa begitu. Masa mau dikalahkan aturan yang lebih tinggi,” imbuhnya.

Tahap Uji Coba Jadi Penentu

Lebih jauh, Sukisman menyebutkan bahwa uji coba insinerator serupa sebelumnya telah dilakukan di Bandung. Selanjutnya, Samarinda akan menerapkan sistem serupa di lokasi pilot project di kawasan Polder Air Hitam. 

“Workshopnya nanti di Air Hitam, dan di situ juga akan jadi lokasi uji coba. Ada satu unit yang memang disiapkan untuk dibongkar pasang dalam proses pengujian.”

Selain itu, Suwarso menegaskan pihaknya tak akan melewatkan tahap uji coba sebagai langkah penting. “Nanti setelah selesai dibangun akan ada masa uji coba dulu. Biasanya uji emisi dilakukan setelah unitnya beroperasi,” jelasnya.

Suwarso memastikan pembangunan insinerator Samarinda akan rampung pada Desember 2025. Setelah itu, DLH bersama vendor akan melatih operator lokal untuk mengelola alat tersebut. 

“Sebelum beroperasi penuh, nanti ada pelatihan pengelolaan. Kami juga berupaya menyerap tenaga kerja lokal agar pengelolaan sampah ini bisa berkelanjutan,” tutupnya.

[NKH]



Berita Lainnya