Daerah

Honorer PPU Menggugat, Tuntut Kepastian Status dan Serukan Keadilan

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 03 Februari 2025 12:37
Honorer PPU Menggugat, Tuntut Kepastian Status dan Serukan Keadilan
Suasana masa aksi yang menuntut keadilan atas status kepegawaian di depan Gedung DPRD PPU, Senin (3/2/2025). (Fauzan/Kaltimtoday)

Kaltimtoday.co, Penajam - Ratusan tenaga honorer di Penajam Paser Utara (PPU) menyuarakan asa yang lama terpendam. Mereka, yang bertahun-tahun menjadi tulang punggung pelayanan publik tanpa kepastian status, berarak menuju Kantor DPRD PPU pada Senin (3/2/2025). 

Forum Honorer PPU, sebagai penggerak aksi, menuntut dua hal utama: pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi ASN PPPK penuh waktu sesuai amanat Undang-Undang ASN Nomor 20/2023, dan optimalisasi anggaran agar tidak ada honorer yang terpinggirkan. 

Tuntutan ini lahir dari keresahan atas lambatnya penyelesaian status tenaga honorer yang dijanjikan rampung sebelum akhir 2024. Aksi yang melibatkan sekitar 300 peserta ini ingin memastikan suara mereka didengar oleh wakil rakyat dan pemerintah daerah. 

Ketua Forum Honorer PPU, Rizal, menyampaikan rasa syukurnya atas tanggapan positif dari para legislator. Ia menyebut bahwa aksi ini membuka jalur komunikasi yang lebih baik antara tenaga honorer dan DPRD. 

Ketua Forum Honorer PPU, Rizal. (Fauzan/Kaltimtoday)

“Alhamdulillah tanggapan dari para wakil rakyat kita (legislatif) satu komunikasi dengan para masa aksi damai. Jadi, kita mendapatkan dukungan yang luar biasa dari para wakil kita,” ujar Rizal. 

Dukungan ini, menurutnya, menjadi langkah awal yang penting dalam perjuangan panjang para honorer. Dalam aksi ini, Rizal juga menyoroti salah satu poin utama tuntutan mereka, yaitu penghapusan status PPPK paruh waktu yang dianggap tidak adil. Ia menyebut bahwa anggota DPRD secara tegas menyatakan dukungannya. 

“Menolak ASN paruh waktu itu kan dalam artian PPPK paruh waktu menjadi full waktu. Unsur anggota dewan tadi mengatakan bahwa setuju dan siap untuk memperjuangkannya. Jadi selaras dengan apa yang menjadi tuntutan kami dari aksi damai hari ini,” tegasnya.

Rizal optimistis, Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dijadwalkan akan digelar keesokan harinya dapat menghasilkan keputusan yang berpihak pada honorer. Namun, ia memastikan bahwa perjuangan ini tidak akan berhenti di meja pertemuan saja. 

“Kita akan kawal terus kegiatan ini dan menagih janji sesuai dengan kesepakatan tadi di dalam dan kita akan mengawal terus ini sampai ada hasilnya,” ujarnya. 

Bahkan, Rizal menyebutkan kemungkinan untuk membawa massa yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

“Termasuk membawa masa aksi yang lebih banyak, itu pasti karena teman-teman harus turun semua,” tambahnya.

Di sisi lain, Asisten III Bidang Administrasi Umum Setkab PPU, Ainie, mengakui bahwa tuntutan pengangkatan honorer menjadi ASN PPPK penuh waktu adalah hal yang wajar. Menurutnya, para honorer memiliki hak yang sama dengan pegawai lainnya. 

Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Kabupaten (Setkab) Penajam Paser Utara (PPU), Ainie. (Fauzan/Kaltimtoday)

“Tadi kan kawan-kawan sudah menyampaikan unek-uneknya. Satu poin yang penting mereka menginginkan diangkat sama seperti PPPK sebelumnya, jadi full waktu tidak mau ada istilah paruh waktu,” jelas Ainie.

“Memang kita dibatasi dengan peraturan perundang-undangan tetapi saya pikir mereka juga punya hak yang sama dengan kita. Jadi selayaknya lah kita usulkan,” tambahnya.

Namun, Ainie tidak menutup mata pada kendala utama yang dihadapi, yaitu keterbatasan anggaran. Ia menjelaskan bahwa belanja pegawai tidak boleh melebihi 30 persen dari APBD, sesuai aturan yang berlaku. 

“Memang jumlahnya sangat banyak ya, jadi kita kembalikan pada kemampuan keuangan daerah karena belanja pegawai itu kan memang maksimal 30 persen tidak boleh lebih, kalau lebih akan ada sanksi,” katanya.

Untuk mengatasi hal ini, Ainie menekankan pentingnya peningkatan pendapatan daerah serta lobi ke pemerintah pusat agar alokasi dana daerah dapat ditingkatkan. 

“Itu juga tadi mendapat masukan dari beberapa anggota dewan, artinya kita memang harus meningkatkan pendapatan supaya APBD kita naik. Yang kedua, lobi-lobi di tingkat pusat supaya APBD kita juga ditambah. Artinya, kita bisa mendapatkan angka yang lebih banyak lagi,” lanjutnya.

Salah satu isu yang mencuat dalam aksi ini adalah pemutusan kerja lebih dari 200 honorer di Disdikpora PPU. Ainie menjelaskan bahwa keputusan tersebut berada di tangan masing-masing kepala dinas sebagai pengguna anggaran. 

“Memang yang menjadi persoalan itu kan teman-teman kepala badan dan kepala dinas yang punya kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan dia juga punya kekhawatiran terhadap peraturan. Jangan sampai nanti dia disuruh gaji tetapi nanti dikembalikan,” terangnya.

Meski demikian, Ainie menegaskan bahwa pemerintah sedang berupaya mencari solusi agar para honorer tetap dapat bekerja. 

“Ini lagi dalam pembicaraan ini sudah dua kali pertemuan. Jadi nanti kita akan rumuskan kembali seperti apa,” ujarnya. 

Namun, ia tidak dapat memastikan apakah mereka yang telah dirumahkan dapat kembali diangkat. 

“Saya tidak bisa mengatakan itu dapat dikembalikan, karena dalam benak kita itu bagaimana caranya mereka tetap bekerja,” pungkasnya.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya