Daerah
Keterangan Saksi Diperdebatkan, Proses Hukum Kasus Telemow Semakin Kompleks

Kaltimtoday.co, Penajam - Majelis hakim Pengadilan Negeri Penajam Paser Utara (PN PPU) kembali menggelar sidang atas dua perkara yang menyedot perhatian publik di Desa Telemow, Senin, (5/5/2025).
Kedua perkara tersebut adalah perkara nomor 52/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pengancaman dan perkara nomor 53/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pelanggaran terhadap tanah, tanaman, dan pekarangan.
Sorotan utama sidang hari itu adalah kehadiran saksi pelapor utama, Nicholay Aprilindo Bengngu. Pria yang kini menjabat Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM di Kementerian Hukum dan HAM ini akhirnya hadir memberikan keterangan setelah absen dalam beberapa sidang sebelumnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rizal Irvan Amin, menyampaikan bahwa kehadiran Nicholay beserta tiga saksi lainnya yakni Ketua DPRD PPU Raup Muin, tenaga ahli Swandi, dan Darmin dari humas perusahaan, bertujuan memperkuat dakwaan.
"Kalau terkait dengan keterangan saksi perkara pengancaman, kami sudah panggil ke tempat. Tadi ada saksi korban Pak Nickolay dari perusahaan, kemudian ada saksi Raup Muin Ketua DPRD PPU, kemudian ada Pak Swandi sebagai tenaga ahli dan Darmin selaku humas,” ujar Rizal.
Ia menambahkan bahwa sidang masih dalam tahap pembuktian dari pihak JPU, sebelum nantinya terdakwa diberi kesempatan menghadirkan saksi yang meringankan. Tahapan berikutnya adalah pemeriksaan terdakwa, tuntutan, pledoi, hingga putusan.
"Tadi ada empat saksi dari kami, nanti kami akan coba pertimbangkan lagi apakah masih diperlukan lagi saksi yang hadir di persidangan atau tidak,” tambah Rizal.
Di samping itu, penasihat hukum (PH) terdakwa, Fathul Huda Wiyashadi dari LBH Samarinda, menyoroti kesaksian Nicholay dan saksi lain yang dinilai tidak konsisten dan saling bertentangan.
Ia mengungkapkan kejanggalan dalam proses penyidikan, terutama terkait kesaksian Darmin dari PT ITCIKU yang mencabut keterangannya di kepolisian.
"Agak aneh si Nickolay sebagai korban ngasih keterangan, setelah dikonfirmasi ke saksi yang lain ada beberapa yang berbeda dan saksi-saksi tiga lainnya juga keterangannya saling bertentangan,” kata Fathul.
Menurutnya, keterangan dalam BAP Darmin tidak pernah disampaikan secara langsung, namun justru ditulis oleh penyidik.
“Berarti keterangan di dalam BAP itu dia cabut dan menggunakan keterangan yang disampaikan di pengadilan. Jadi keterangan yang di BAP itu dia bilang enggak pernah sama sekali menyampaikan itu, padahal di sini dia cerita secara runtut dan rinci bagaimana kejadiannya,” ungkapnya.
Fathul menyebut isi BAP Darmin seperti hasil salinan dari keterangan saksi lain. “Kalau kita lihat memang isi BAP-nya copy paste dari anggotanya Nickolay, cuma ditambah-tambah sedikit saja sama penyidik. Nah ini menyesatkan,” kritiknya tajam.
Ia pun mempertanyakan barang bukti video yang tidak menunjukkan tindakan ancaman secara eksplisit. “Enggak memperlihatkan bahwa Pak Aco mengangkat mikrofon untuk melempar gitu, enggak terlihat dari dua video itu,” jelasnya.
Fathul juga menyinggung sikap saksi pimpinan sidang saat RDP di DPRD PPU yang dinilai tidak tegas dan memilih sikap aman.
"Masih gelap ini, dia juga enggak tahu banyak dan nampaknya pilih aman dengan posisi yang sekarang, jadi masih perlu lebih dalam lagi untuk menghadirkan saksi karena ini belum terlihat jelas gambarnya,” katanya.
Jual Beli Tanah dalam Sengkarut HGB
Dalam perkara tanah, lima warga desa dihadirkan JPU sebagai saksi. Mereka mengakui telah membeli lahan dari terdakwa tanpa dokumen kepemilikan.
“Tadi kan sudah menegaskan bahwa mereka faktanya membeli lahan dari para terdakwa yang pada saat membeli lahan itu tidak ada menunjukkan surat-surat apapun,” ujar Rizal.
JPU berencana menghadirkan mantan Camat Sepaku dan anggota DPRD PPU untuk memperkuat dugaan bahwa lahan yang diperjualbelikan masuk dalam wilayah HGB PT ITCIKU.
“Kasus penyerobotan lahan sama juga, ini kan lebih jauh lagi kan step-stepnya. Saksi yang dihadirkan pun lebih banyak daripada yang perkara pengancaman,” tambah Rizal.
Namun, Fathul menilai pembelian tanah dilakukan sebelum 2017, sebelum konflik mengenai HGB mencuat. Ia juga menyebut bahwa tidak ada sosialisasi yang dilakukan kepada warga terkait status HGB.
"Jual beli juga dilakukan sebelum tahun 2017 dan mereka mengakui bahwa ribut-ribut HGB ini kan mulai tahun 2017 serta tidak ada sosialisasi sama sekali seperti yang diutarakan oleh Jurianto kemarin yang dia bilang ada sosialisasi ternyata warga bilang enggak ada,” ucap Fathul.
Ia bahkan mengungkap adanya kesaksian warga buta huruf yang merasa tidak pernah dibacakan isi BAP saat pemeriksaan.
“Tadi kan saksinya baru lima warga, mereka juga menyampaikan apa adanya, mereka juga kan waktu di penyidikan kami dampingi sehingga ada satu orang yang dia juga cerita buta huruf tetapi keterangannya di situ banyak sekali dan dia enggak merasa dibacakan oleh penyidik. Bisa jadi itu juga kita anggap karangan dari penyidik keterangan dia di BAP,” tandasnya.
[RWT]
Related Posts
- Reses di Desa Kerta Bumi Paser, Andi Faisal Assegaf Terima Keluhan Soal Infrastruktur Jalan hingga Sarana Prasarana Keagamaan
- Polda Kaltim Ringkus Pengecer Sabu di Kawasan IKN
- Seiring Pembangunan IKN Nusantara, Bupati Kukar dan PPU Minta Dua Kabupaten Tetap Diperhatikan
- Hamdam Resmi Dilantik Jadi Bupati PPU Definitif, Pesan Isran Noor: Selesaikan Program
- Hasil Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik 2022: Samarinda Tertinggi, PPU Paling Rendah