Headline
Menguak Catatan Sejarah Banjir Besar Yang Menerjang Samarinda
BANJIR di Samarinda bukan hal baru. Menurut catatan, sejarah banjir besar Samarinda telah terjadi sejak 1998. Pada saat itu bahkan tercatat sebagai banjir terbesar pertama yang pernah terjadi. Berikut adalah rangkuman banjir besar sepanjang sejarah di Samarinda:
Tragedi 1998, Samarinda Menjadi Kota Mati
Penutupan Juli dan pembuka Agustus 1998 adalah hari-hari paling kelam bagi Samarinda. Hari itu, tepat 22 tahun silam, banjir terbesar dalam sejarah kota menerjang ibu kota provinsi. Tepat pada 31 Juli hingga 3 Agustus 1998 luas permukiman yang tenggelam mencapai 2.084 hektare dengan kedalaman antara 30 centimeter hingga 3 meter. Bencana tersebut telah menerjang tiga kecamatan di Daerah Aliran Sungai Karang Mumus. Empat orang dinyatakan tewas, sebanyak 105.835 jiwa dari 18.798 kepala keluarga terdampak banjir, sebanyak 15 SMU, 12 SLTP, 36 SD, dan 10 TK harus diliburkan.
Sebagian besar korban banjir 1998 mengalami kerugian materi yang sangat besar. Tiada terhitung berapa banyak surat-surat berharga, perabotan, sampai kendaraan, yang musnah kala itu. Nyaris seluruh fasilitas publik ikut lumpuh. Bandara Temindung, RSUD AW Sjahranie, Universitas Mulawarman, kantor pemerintahan, hingga pasar tidak ada yang beroperasi. Perempatan Vorvo di depan Mal Lembuswana bahkan tampak seperti lautan. Ketinggian air di daerah rawan banjir itu nyaris menenggelamkan trafic light. Separuh Samarinda, pada pekan yang mencekam itu, tak ubahnya seperti kota mati.
Banjir Tiada Henti Pada 2018
Pada 2018 banjir terjadi sebanyak 4 kali di Samarinda dengan jumlah rumah terendam sebanyak 5.529. Salah satunya adalah banjir yan terjadi pada Maret 2018. Hujan yan turun selama enam jam pada malam dini hari membuat Samarinda terkepung banjir saat itu. Kawasan Samarinda Seberang dan Loa Bakung mencatat kejadian pertama dalam 10 tahun terakhir digenangi air hingga 1,20 meter. Hal ini membuat masyarakat menjadi terperangah. Setidaknya, sekitar 10.000 jiwa harus mengungsi.
Lihat postingan ini di Instagram
Juni 2019, Tragedi ‘98 Yang Kembali Terulang
Sejarah pernah mencatat, banjir terbesar yang menginvasi Samarinda terjadi pada 1998 silam. Pada waktu itu, sebulan sebelum Waduk Benanga menumpahkan air bah dan menghantam seisi kota, Pada musibah Juni 2019 ini, Waduk Benanga sudah semakin tua dalam usia, 41 tahun tepatnya. Luasnya menyusut menjadi 130 hektare.
Samarinda diguyur hujan nyaris tiada henti. Persis seperti yang terjadi pada Juni 2019. Menurut catatan BMKG yang dilansir Badan Wilayah Sungai Kalimantan (BWS) III, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, curah hujan di Samarinda tercatat 55 milimeter sampai 140 milimeter. Curah hujan tertinggi terpantau di kawasan Tanah Merah, Samarinda Utara. Dua kecamatan dengan 10.300 jiwa pun terdampak banjir sejak Sabtu dan Minggu, 8-9 Juni 2019.
Sama-sama diawali pada bulan Juni yang basah. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Samarinda, rata-rata curah hujan pada Juni 1998 itu mencapai 363,1 milimeter. Curah hujan sedemikian sangat tinggi. Sejak 1978 hingga 2015 atau selama 34 tahun, rata-rata curah hujan di Samarinda pada bulan yang sama hanya 177 milimeter (Kajian Kondisi Biofisik Daerah Tangkapan Air Potensi dan Pemanfaatan Waduk Benanga di Wilayah Kota Samarinda, Jurnal, 2015).
Januari 2020
Pada 14 Januari 2020 total 7213 rumah warga yan tinggal di enam keluarahan Samarinda terendam banjir. Banjir yang merendam permukiman warga Kecamatan Sambutan dan Kecamatan Samarinda Utara mencapai 1 meter. Tak hanya itu, sejumlah fasilitas umum juga ikut terendam seperti puskesmas, kantor kelurahan dan sekolah-sekolah. Warga yang terdampak diungsikan sementara ke posko yang dibangun BPBD dan sebagian lain ke masjid terdekat yang tak digenangi banjir. Hal ini desebabkan oleh meningkatnya debit air dibendungan benanga.
Dari sekian peristiwa banjir yang pernah menyelimuti Samarinda, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III menyatakan setidaknya ada 10 titik rawan banjir di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Karenanya untuk meminimalisir penting dilakukan normalisasi sungai untuk memperlancar arus.
[NON | TOS]
Related Posts
- Dukung Rudy Mas'ud-Seno Aji di Pilgub Kaltim, Rusmadi Pilih Mundur dari PDIP dan Langsung Kembalikan KTA
- Spanduk Dicabut, Aliansi Kotak Kosong Bakal Laporkan Bawaslu Samarinda ke DKPP
- Yayasan Fastabiqul Khairat Hibahkan 65 Buku Karya Guru dan Siswa ke DPK Kaltim
- Terus Perkuat Kolaborasi SPBE dan Satu Data Indonesia, Jadi Kunci Sukses E-Government di Kaltim
- Pemprov Kaltim Buka Seleksi Calon Anggota Komisi Informasi untuk Periode 2024–2028, Berikut Syarat dan Jadwal Seleksinya