Internasional

Parlemen Korea Selatan Setujui Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol

Network — Kaltim Today 14 Desember 2024 16:22
Parlemen Korea Selatan Setujui Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membungkuk di akhir pidato permintaan maaf di kantor kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Sabtu, 7 Desember 2024. (Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co - Parlemen Korea Selatan pada Sabtu (14/12/2024) kembali menggelar pemungutan suara untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol. Langkah ini diambil menyusul keputusan kontroversial Yoon yang memberlakukan darurat militer pada Selasa, 3 Desember 2024. Perintah tersebut memicu gejolak politik besar di negara dengan julukan Negeri Ginseng ini.

Sebelumnya, parlemen telah melakukan pemungutan suara serupa, namun pemakzulan gagal karena tidak mendapatkan dukungan mayoritas. Namun, dalam pemungutan suara kedua, mosi pemecatan akhirnya disetujui.

Keputusan ini didukung oleh semakin kuatnya tekanan publik dan penurunan drastis popularitas Yoon. Beberapa anggota Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party), partai berkuasa di Korea Selatan, juga memberikan suara mendukung pemakzulan.

Dalam pemungutan suara kedua ini, mosi pemakzulan Presiden Yoon disetujui dengan hasil 204 suara setuju dan 85 suara menolak.

“Ini merupakan pemungutan suara kedua yang dilakukan Majelis Nasional terkait pemecatan Yoon. Sebelumnya, Yoon selamat karena banyak anggota partai penguasa memboikot pemungutan suara,” tulis laporan dari Associated Press.

Dengan disahkannya mosi pemakzulan, kekuasaan dan tugas Presiden Yoon akan dihentikan sementara. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu hingga 180 hari untuk memutuskan apakah pemecatan ini akan disetujui atau dibatalkan. Jika Yoon resmi diberhentikan, pemilihan presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari.

Keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer menjadi isu utama yang memicu krisis politik ini. Langkah tersebut, yang merupakan pertama kalinya dalam lebih dari empat dekade di Korea Selatan, hanya berlaku selama enam jam tetapi berdampak besar. Kebijakan tersebut menghentikan kegiatan diplomatik, mengguncang pasar keuangan, dan menciptakan ketegangan politik yang mendalam.

Setelah parlemen dengan suara bulat membatalkan perintah darurat militer itu, Yoon terpaksa mencabut kebijakannya. Sebelumnya, ia sempat mengirimkan ratusan tentara dan polisi ke gedung parlemen untuk menghalangi pemungutan suara. Namun, pasukan tersebut ditarik kembali setelah parlemen berhasil menolak dekrit tersebut.

Partai oposisi dan sejumlah pakar hukum menuduh Yoon melakukan pemberontakan. Mereka merujuk pada undang-undang Korea Selatan yang menyatakan bahwa tindakan yang merongrong otoritas negara dan melanggar konstitusi dapat dianggap sebagai pemberontakan.

Selain itu, hukum Korea Selatan menyebutkan bahwa darurat militer hanya dapat diberlakukan dalam situasi perang atau keadaan darurat yang serupa. Presiden juga tidak memiliki wewenang untuk menangguhkan operasional parlemen, bahkan dalam kondisi darurat militer.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya