Kukar

Ahli Hukum Tata Negara Unmul Paparkan Frasa Pelantikan di PTUN Banjarmasin, Buktikan Edi Damansyah Belum 2 Periode

Kaltim Today
20 Oktober 2024 17:38
Ahli Hukum Tata Negara Unmul Paparkan Frasa Pelantikan di PTUN Banjarmasin, Buktikan Edi Damansyah Belum 2 Periode
Dosen Unmul, Ahli Tata Negara, Herdiansyah Hamzah.

SAMARINDA, Kaltimtoday.co - Pasangan calon nomor urut 3 dalam Pilkada Kutai Kartanegara 2024, Dendi Suryadi dan Alif Turiadi, menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Kartanegara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin. Gugatan tersebut terkait penetapan Edi Damansyah sebagai calon bupati, yang oleh penggugat dianggap telah melewati batas maksimal dua periode masa jabatan. Sidang lanjutan kasus ini digelar pada Jumat, 17 Oktober 2024.

Pada sidang tersebut, KPU menghadirkan Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M., Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, sebagai saksi ahli. Herdiansyah menjelaskan secara rinci mengenai perbedaan penting antara "pelantikan" dan "pengukuhan," yang menjadi inti dari gugatan terkait status jabatan Edi Damansyah. Dalam keterangannya yang berjudul "Pelantikan dan Peralihan Kekuasaan" (Perkara Nomor 7/G/PILKADA/2024/PT.TUN.BJM), Herdiansyah menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung berdasarkan pelantikan resmi, bukan pengukuhan sebagai Pelaksana Tugas (Plt).

Perbedaan pelantikan dan pengukuhan dalam masa jabatan kepala daerah 

Herdiansyah menjelaskan bahwa menurut ketentuan hukum yang berlaku, masa jabatan kepala daerah secara resmi dimulai dari pelantikan, bukan saat ditunjuk sebagai Plt. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua aturan ini menyatakan bahwa kepala daerah memegang jabatan selama lima tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu periode.

“Pelantikan bukan hanya seremonial, tetapi menjadi momen di mana terjadi peralihan kekuasaan dari pejabat lama ke pejabat baru,” jelas Herdiansyah.

Dia menambahkan, proses pelantikan melibatkan sumpah jabatan dan serah terima kekuasaan, yang menandai awal resmi masa jabatan. Sebaliknya, pejabat sementara seperti Plt, Pelaksana Harian (Plh), dan Penjabat Sementara (Pjs) tidak dilantik, melainkan hanya dikukuhkan untuk menjalankan tugas sementara, dan oleh karena itu tidak termasuk dalam perhitungan masa jabatan.

Kasus Edi Damansyah: Pengukuhan sebagai Plt bukan pelantikan definitif 

Dalam kasus Edi Damansyah, Herdiansyah menyoroti bahwa Edi pertama kali menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Kutai Kartanegara pada 9 April 2018, setelah Bupati Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebagai Plt, Edi hanya dikukuhkan, bukan dilantik secara definitif. Oleh karena itu, masa jabatannya sebagai Plt tidak bisa dianggap sebagai bagian dari satu periode jabatan.

Pelantikan definitif Edi baru dilakukan pada 14 Februari 2019, ketika dia resmi dilantik sebagai Bupati Kutai Kartanegara, menggantikan posisi Rita Widyasari secara permanen.

"Dari pelantikan definitif tersebut, masa jabatan Edi berlangsung hingga 25 Februari 2021, yang berarti dia hanya menjabat selama 2 tahun 9 hari," jelas Herdiansyah.

Berdasarkan ketentuan hukum, masa jabatan minimal yang dapat dihitung sebagai satu periode adalah 2,5 tahun, sehingga jabatan Edi tidak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai satu periode penuh.

Herdiansyah juga merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, yang mengatur bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung sejak pelantikan, bukan pengukuhan. Dalam sidang, dia menjelaskan bahwa aturan ini konsisten dengan UU Pilkada dan Peraturan Pemerintah terkait, yang menyebutkan bahwa jabatan definitif kepala daerah baru dihitung setelah proses pelantikan yang melibatkan sumpah jabatan dan serah terima kekuasaan.

Penjelasan ini menjadi inti dari pembelaan KPU, yang menetapkan Edi Damansyah sebagai calon sah dalam Pilkada Kutai Kartanegara 2024. Menurut KPU, jabatan Edi sebagai Plt tidak dapat dihitung sebagai satu periode, dan masa jabatan definitifnya yang berlangsung kurang dari 2,5 tahun tidak melanggar ketentuan dua periode jabatan.

Tim hukum Edi Damansyah: Tidak ada pelanggaran konstitusional 

Tim kuasa hukum Edi Damansyah-Rendi Solihin, Erwinsyah, mendukung pendapat tersebut, dengan menyatakan bahwa pencalonan Edi tidak melanggar persyaratan konstitusional.

"Kami selalu berpijak pada analisis hukum yang jelas, dan tidak ada persyaratan konstitusional yang dilanggar oleh Pak Edi," kata Erwinsyah. Dia menegaskan bahwa status Edi sebagai Plt tidak bisa disamakan dengan masa jabatan definitif yang dihitung sebagai satu periode.

Menurut Erwinsyah, banyak masyarakat yang salah paham mengenai perbedaan antara Plt dan pejabat definitif. "Penetapan Edi sebagai Plt pada 2018 bukanlah pelantikan definitif, dan ini tidak bisa dihitung sebagai periode jabatan resmi," tegasnya.

[TOS]



Berita Lainnya