Opini
Coklit Paripurna, Pemilu Sempurna
Oleh: Budi Wibowo
Hari itu, 17 April 2019 berada di Jalan Pongtiku Desa Singa Gembara, Kutai Timur, Tempat Pemungutan Suara (TPS), penulis bersama dengan anggota sentra Gakkumdu unsur kepolisian dan kejaksaan melakukan patroli pengawasan dan melakukan tangkap tangan atas warga yang menggunakan identitas orang lain untuk melakukan pencoblosan.
Di hari yang sama, di Tempat Pemungutan Suara (TPS) berlokasi di Jalan Margo Santoso juga warga mendapati 5 orang yang menggunakan identitas orang lain untuk mencoblos, bergegas kami ke lokasi kejadian perkara dan mengamankan warga tersebut, dan di TPS sebelahnya, Gang Masjid juga didapatkan oleh warga sekitar pengguna identitas orang lain dan telah selesai melakukan pencoblosan.
Di TPS lainnya, 1 warga didapati menggunakan hak suaranya sendiri di 2 TPS yg berdekatan dalam lingkup 1 RT. Warga ini menggunakan hak pilihnya sendiri sesuai dengan lokasi TPS nya, namun dikarenakan terdapat 2 TPS dalam 1 RT, maka yang bersangkutan mencoblos di TPS tersisa menggunakan KTP saja, dan berhasil.
Banyaknya pelanggaran pada saat hari pencoblosan yang hanya 1 hari saja, jika dibandingkan dengan masa kampanye dengan rentang waktu 71 hari kurang lebih pilkada di masa tersebut yang cukup panjang. Dilihat dari kejadian tersebut, maka sebenarnya rasio tertinggi terjadinya pelanggaran pemilu terjadi pada masa tahapan pencoblosan hingga perhitungan suara. Juga jika kita bandingkan, dengan kejadian pelanggaran pada masa hari tenang pasca Tahapan Kampanye, 3 hari jelang pencoblosan, pun kita ketahui tidak ada pelanggaran yg ditangani oleh pengawas pemilu.
Walaupun isu terkait dengan 'serangan fajar' cukup santer terdengar namun sulit ditemukan, tetap saja secara administratif bisa dikatakan pada masa tenang tersebut tidak terdapat pelanggaran yang ditangani oleh pengawas pemilu. Dari sekian banyak kejadian di tahapan masa kampanye, tahap masa tenang, hingga di hari pemungutan dan penghitungan suara, di tahap akhir tersebut lah dominan pelanggaran kerap terjadi. Hal ini patut untuk menjadi perhatian di penyelenggara pemilu maupun di masyarakat agar bersama-sama dapat menekan potensi pelanggaran tersebut.
Mengapa lebih banyak pelanggaran terjadi di hari pemungutan dan penghitungan suara? Tentunya pertanyaan ini yang akan coba penulis jawab.
14 Maret 2023, masa tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih oleh petugas pantarlih KPU telah berakhir. Coklit adalah kegiatan pemutakhiran data pemilih untuk memperbaharui data Pemilih berdasarkan DPT dari Pemilu dan Pemilihan Terakhir. Inilah awal dari munculnya Daftar Pemilih Tetap yang juga menjadi sebab berapa banyak surat suara dan logistik lainnya bakal disiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Mengikuti jadwal tahapan penyelenggaraan pemilu 2024, maka setelah ini akan dilakukan penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) oleh jajaran KPU dan kemudian akan dilakukan penetapan Daftar Pemilih Tetap di 4 Juli 2023.
Sejatinya seluruh masyarakat di Indonesia saat ini di kediaman masing-masing sudah tertempel stiker pemilih, sebagai penanda bahwa di kediaman tersebut telah dikunjungi petugas pantarlih dan terdata berapa banyak jumlah pemilih yang memiliki hak memilih di pemilu serentak 2024 untuk kemudian dimasukkan dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sesuai dengan laman instagram KPU propinsi Kaltim, pada postingan tersebut menyampaikan telah mencapai 100% pencoklitan di seluruh wilayah propinsi Kalimantan Timur.
Karena jika memang sudah terdata keseluruhan masyarakat Kalimantan Timur, tentu ini akan menambah validasi data yang dikelola oleh KPU dalam menyusun Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga penetapan Daftar Pemilih Tetap. Semakin ter-validasi data-data tersebut, maka kecurangan-kecurangan dalam pemutakhiran data hingga saat pencoblosan tentu saja bisa ter-reduksi secara signifikan yang kemudian akan melahirkan sentimen positif kepada penyelenggara pemilu dan berujung kepada hasil pemilu yang baik bagi demokrasi.
Namun sisi lain dari perjalanan tahapan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu kerap terjadi beberapa kejadian yang menarik. Beberapa di antaranya pasca diumumkan telah mencapai 100% proses pencoklitan, beberapa jajaran penyelenggara lainnya di tingkat kecamatan hingga desa/kelurahan terkonfirmasi belum dikunjungi oleh petugas pantarlih untuk didata hingga belum sinkronnya data Bawaslu dengan KPU dalam hal laporan pencapaian pencoklitan.
Hal ini bisa saja dimaklumi, karena di masing-masing lembaga memiliki metode penghimpunan dan penyusunan laporan akhir di masa pencoklitan yang berbeda. Namun tentu saja, perbedaan ini akan menjadi awal dari perbaikan-perbaikan data yang dimiliki bersama untuk saling mengkoreksi dan mencapai validasi data secara menyeluruh untuk digunakan dalam tahapan penetapan Daftar Pemilih Tetap.
Tingginya ratio pelanggaran yang terjadi di tahapan pemungutan suara (tungsura) jika dibandingkan dengan tahapan lainnya, merupakan indikator adanya masalah di proses tahapan tersebut. Jika ditelisik lebih dalam, motif pelanggaran yang terjadi adalah penggunaan hak suara orang lain yang modusnya bisa menggunakan surat C6 atau undangan memilih dari KPPS, atau menggunakan EKTP orang lain dan juga mencoblos dengan EKTP dan C6 sekaligus di 2 TPS berbeda namun masih dalam lingkup 1 RT.
Dari situlah maka kita harus menyadari proses pendataan pemilih dari awal pencoklitan hingga penetapan DPT harus termonitor dengan baik tidak hanya dari KPU dan Bawaslu sebagai pengawas, namun juga kesadaran politik dari peserta pemilu dan masyarakat. Hari ini kita dapati masih banyaknya masyarakat yang belum tercoklit oleh petugas pantarlih (pemutakhiran data pemilih) akan berdampak besar terhadap penyusunan DPS dan juga DPT yang memiliki konsekuensi berapa banyak logistik berupa surat C6 (undangan memilih) dan surat suara dicetak dan beredar. Tidak sesuainya jumlah Daftar Pemilih Tetap dengan jumlah logistik yang beredar tentu akan menimbulkan banyak masalah di hari pencoblosan seperti penulis sampaikan sebelumnya.
Dari banyaknya kejadian pelanggaran di tiap tahapan maupun saat hari pencoblosan, tentu saja kita semua memiliki tanggung jawab agar pelaksanaan pemilu terselenggara dengan baik di Februari 2024. Terlaksananya pemilu yang baik akan selalu membutuhkan seluruh perhatian dan dukungan stakeholder, masyarakat, dan tentunya peserta pemilu itu sendiri.
Sebagai penyelenggara, penulis meyakini kerja sama yang apik perlu dibangun sedari dini antar sesama penyelenggara dan peserta pemilu. Kerja sama dalam menjalankan regulasi kepemiluan yang melahirkan kebijakan yang saling bahu membahu menutupi kekurangan, saling memberikan koreksi yang konstruktif, dan menghindari hal-hal yang cenderung destruktif.
Penulis yakin sesama penyelenggara akan mampu menciptakan medan tarung demokratis bagi para peserta pemilu yang akan berlaga hingga masyarakat luas akan menikmati gegap gempita suasana pesta demokrasi yang baik.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- 193 PTPS Samarinda Ulu Resmi Dilantik, Siap Awasi Pilkada 2024
- Tema Debat Kedua Pilgub Kaltim 2024: Tata Kelola Pemerintahan dan Pemberdayaan Masyarakat
- Ahli Hukum Tata Negara Unmul Paparkan Frasa Pelantikan di PTUN Banjarmasin, Buktikan Edi Damansyah Belum 2 Periode
- Pokja 30 Adakan NgoPi-Kaltim, Kolaborasikan KPU-Bawaslu dan Media Junjung Tinggi Netralitas Pilkada
- 30 Loksus Kaltim Tersebar di Sejumlah Kabupaten/Kota, Bawaslu Pastikan Proses Pemilih Berjalan Sesuai Prosedur