Daerah
Tantangan Media di Era Informasi dan Pembatasan Negara

Kaltimtoday.co, Samarinda - Gelombang informasi mengalir deras, melampaui ruang redaksi. Dari akun media sosial, unggahan warga, hingga konten kreator, publik kini punya banyak pintu untuk mendapat kabar. Bagi media, situasi ini bukan hanya soal bersaing agar tetap ditonton, dibaca dan dijadikan referensi, tapi juga soal bertahan dari tekanan bisnis internal, ancaman eksternal, dan pembatasan negara. Tantangan itulah yang kini menentukan apakah media masih bisa menjadi rumah aman bagi kebebasan berekspresi warga.
Hal ini menjadi pembahasan dalam seminar jurnalistik yang diinisiasi oleh UKM Jurnalistik Polnes di Aula Dispopar Kaltim, Minggu (7/9/2025) pagi. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Pekan Jurnalistik Polnes. Mengusung tema
"Kebebasan Berpendapat: Tantangan Seorang Jurnalis dari Ancaman dan Intimidasi," dua jurnalis dihadirkan dalam kegiatan ini yakni Jurnalis sekaligus Host Meet Nite Live Metro TV, Valentinus Resa dan Jurnalis Kaltim Today, Fitri Wahyuningsih.
Dalam paparannya, jurnalis Metro TV, Valentinus Resa menjelaskan tantangan yang dihadapi jurnalis media nasional dalam menjaga independensi. Pria yang akrab disapa Resa ini bilang, secara umum ada dua tantangan dalam menjaga independensi: tantangan internal dan eksternal.
Tantangan internal, kata dia, terjadi di lingkup perusahaan pers itu sendiri. Ada hal yang membuat jurnalis tidak bisa benar-benar mengangkat, memberitakan, atau dalam konteks televisi nasional, menggarap program sesuai idealisme jurnalis karena terbentur kebijakan redaksional kantor. Perusahaan pers, kendati sehari-harinya bertugas mengawal kepentingan publik, menyuarakan aspirasi dan kritik mereka, namun tetap saja adalah sebuah entitas bisnis. Ada hal-hal yang mesti ''dikompromikan'' sebab banyak orang menggantungkan hidup di kantor.
"Di kantor, banyak orang menggantungkan hidup, harus dikasih makan. Itu juga menjadi tantangan ketika kita berbicara independensi media,'' sebut pria yang juga host program Meet Nite Live Metro TV ini.
Kemudian tantangan eksternal, di antaranya berasal dari pihak yang tidak terima dengan berita yang diangkat. Tak sedikit ancaman dihadapi jurnalis ketika memberitakan sebuah isu. Resa memberi contoh, dia yang menjadi host Meet Nite Live Metro TV kabarnya pernah disomasi.
''Saya dengar saya sempat mau disomasi. Cuma, itu (somasi) gak sampai ke sana. Mungkin ke kantor atau bos saya,'' bebernya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti tantangan media guna memastikan publik tetap menjadikan mereka sebagai referensi utama dalam memperoleh informasi. Seperti diketahui, di era perkembangan teknologi seperti saat ini, arus penyebaran informasi demikian pesat. Kini, informasi tidak saya berasal dari media, namun lebih banyak dari informasi warga atau bahkan pembuat konten.
Untuk memastikan publik tetap menjadikan media sebagai referensi utama memperoleh informasi, dia menyebut mau tak mau mereka harus mau beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memahami pola konsumsi informasi warga. Itulah yang kemudian membuat dirinya bersama tim menggarap program Meet Nite Live agar warga masih mau menonton televisi.
''Kami harus adaptasi, harus berinovasi. Kalau tidak begitu, tidak ada orang mau menonton televisi,'' katanya.
Sementara itu, jurnalis Kaltim Today, Fitri Wahyuningsih membahas terkait peran vital media dalam melindungi kebebasan berekspresi warga di daerah, khususnya di Samarinda.
Dalam paparannya, Fitri menyebut, setidaknya ada empat peran jurnalis dalam menjaga kebebasan berekspresi warga. Yakni melindungi dari ancaman UU ITE, melindungi dari homeless media yang tidak bertanggung jawab, membantu warga bertahan dari tekanan politik dan sosial, dan terakhir, menjadi ruang bicara di tengah pembatasan pemerintah.
Pertama, menjaga dari UU ITE. UU ITE, menurut klaim pemerintah, diterbitkan guna melindungi warga di ranah siber. Namun faktanya, kata Fitri, UU ini kerap digunakan untuk membungkam kritik hingga mengkriminalisasi warga.
Peran media dalam konteks ini, kata dia, dapat melindungi warga yang kritis melalui liputan atau pemberitaan. Seperti diketahui, jurnalis sejatinya tak bisa dipidanakan karena berita. Kerja mereka dilindungi UU Pers dan regulasi itu merupakan lex specialis.
Sehingga, ketika ada berita yang ingin digugat oleh pihak yang tidak terima, pembuktiannya mesti di Dewan Pers bukannya kepolisian. Nah, kekhususan inilah bisa digunakan untuk melindungi warga yang ingin bersuara melalui liputan. Namun tentu, apapun yang naik dalam pemberitaan mesti melalui proses jurnalisme yang ketat, tidak sekonyong-konyong semua hal bisa diberitakan.
''Bukan berarti kami bisa serampangan lakukan pemberitaan karena lex specialis itu. Tetap harus disiplin sama kode etik, pakem dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik,'' sebutnya.
Kedua, melindungi warga dari homeless media tidak bertanggung jawab. Fitri bilang, homeless media sejatinya bisa jadi kawan, namun ia bisa juga jadi lawan. Persoalannya, kata dia, tak sedikit homeless media atau akun-akun dengan pengikut besar merusak pribadi seseorang yang dianggap kritis ke pemerintah. Homeless media memang lebih mungkin melakukan ini sebab mereka tak memiliki aturan mengikat dalam bekerja, seperti yang ada di perusahaan pers, jurnalis mereka mesti taat kode etik jurnalistik (KEJ), kode perilaku, atau SOP.
''Homeless atau akun-akun ternakan, kan, bahkan banyak jadi buzzer. Orang-orang kritis dibungkam, dirusak pribadinya, didoksing. Nah, peran media di sini untuk menjernihkan informasi, mereka fact-check, agar warga mengetahui fakta atau informasi sebenarnya," sebutnya.
Tugas lain, media atau perusahaan pers bisa menjadi rumah bagi warga untuk menyampaikan aspirasi dan kritik ketika pemerintah melakukan pembatasan. Fitri mengambil contoh, ketika demonstrasi anti-pemerintah meledak di banyak daerah akhir Agustus hingga awal September 2025, ada ratusan akun di-take down, banyak konten diturunkan, bahkan fitur Live TikTok ditutup. Padahal, platform seperti TikTok, Facebook, Instagram, dan Twitter, adalah medium paling cepat, mudah, dan sederhana yang bisa warga manfaatkan untuk menyampaikan kritik atau aspirasinya.
''Coba bayangkan, kalau platform paling dekat dengan warga dilarang beroperasi sama pemerintah, ke mana warga akan bersuara? Kita bisa turun di jalan, mungkin demo sembari bakar ban. Cara lain, ya bersuara lewat media,'' sebutnya.
Terakhir, bertahan dari tekanan sosial dan politik. Kata Fitri, banyak individu yang kritis, utamanya di media sosial, dibungkam, diintimidasi, baik oleh pemerintah atau menggunakan tangan lain: organisasi kemasyarakatan. Individu yang kritis ini jangan sampai diam atau kalah hanya karena tekanan pemerintah atau ormas. Oleh sebab itu, media penting untuk melakukan tekanan balik dan juga menggalang dukungan publik. Kolaborasi media dan publik menurutnya sangat penting dan efektif dalam melakukan tekanan.
Dia mencontohkan, seorang jurnalis media siber di Kaltim yang mendapat intimidasi dari ajudan Gubernur Kaltim. Usai intimidasi itu, perusahaan pers melakukan pemerintahan, lantas pemberitaan itu diamplifikasi oleh warga melalui kanal-kanal media sosial mereka. Walhasil, gubernur mendapat tekanan dan melakukan permintaan maaf.
''Intimidasi seperti itu bisa dialami siapa saja. Makanya peran media penting untuk melakukan tekanan dan menggalang dukungan publik ketika ada individu kritik mendapat tekanan atau intimidasi serupa,'' sebutnya.
Fitri menegaskan, dalam upayanya menjaga kebebasan berekspresi warga melalui tulisan atau liputannya, menurutnya perusahaan pers tak akan bisa kuat, hidup, dan berani bila tak ada dukungan publik. Oleh sebab itu, dia berharap agar publik terus mendukung kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis berani di luar sana, namun di saat bersamaan, mengawal dan mengkritik mereka bila mulai melenceng dari DNA-nya sebagai corong dan ruang ekspresi publik.
''Bagi saya perusahaan pers tanpa dukungan publik itu nothing. Publik mesti mendukung agar mereka tetap berani, tetap kritis, tetap mewakili publik. Namun tak boleh dilupakan, perusahaan pers tetap harus dikawal agar mereka tidak melenceng dari fungsi dan tugasnya,'' tegasnya.
[RWT]
Related Posts
- Empat Tersangka Dapat Penangguhan, Polisi Tangkap Dua Pelaku Terduga Aktor Intelektual Bom Molotov
- Seno Aji Instruksikan Pemulihan Pasca Demo, Minta Sekretariat Dewan Lakukan Perbaikan
- Slice Society Siap Hadir di Samarinda, Tawarkan Konsep Urban Lifestyle dengan Pemandangan Sungai Mahakam
- Dispora Kaltim Pastikan Jalur Lingkar Stadion Gelora Kadrie Oening Sempaja Jadi Ruang Publik Ramah Olahraga
- Kembali Berulah, Residivis Pencurian Motor di Samarinda Terancam 5 Tahun Penjara