Daerah

Banyak Cara Mengairi Bontang

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 26 Agustus 2023 16:10
Banyak Cara Mengairi Bontang
Bendungan Marangkayu di Kabupaten Kutai Kartanegara. Bendungan dengan luas total 678,5912 hektar ini diharapkan menjadi salah satu penyuplai air baku untuk warga Kota Bontang. (Foto: Kementerian PUPR)

Pemanfaatan air di bekas lubang tambang atau void Indominco sejatinya bukan opsi tunggal guna menghindari Bontang dari potensi krisis air bersih. Masih ada pilihan lain lebih yang secara kalkulasi bisa lebih cepat dan aman pemanfaatannya.

KEPALA Seksi Perencanaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Kaltim, Muhammad Zuraini Ikhsan mengatakan pemerintah provinsi tengah mengkaji berbagai opsi guna menghindari Bontang dari krisis air.

Seluruh opsi tersebut digarap Dinas PUPR Kaltim secara simultan. Tidak ada yang ditetapkan sebagai prioritas. Namun bila melihat progresnya, memang ada opsi yang secara kalkulasi lebih lambat pemanfaatannya.

Ambil contoh Bendali Suka Rahmat di Kutai Timur. Ia tak bisa lekas diharapkan lantaran bangunan bendali belum dibangun dan masih terkendala pembebasan lahan. Pembebasan pun mesti dilakukan pemerintah pusat.

Namun Pemprov Kaltim melalui Dinas PUPRK mengaku telah mengantongi izin pinjam pakai mengingat lahan tersebut masuk kawasan hutan lindung. Begitu pun dengan Waduk Kanaan di Bontang. Tahun ini Pemprov Kaltim baru mulai mendesain kolam depresi dan dokumen persiapan pembebasan lahan.

"Possible semua. Tapi yang paling cepat kemungkinan Bendungan Marangkayu atau Bendung Gerak ini," beber Ikhsan ketika ditemui di kantornya akhir Mei 2023 lalu.

Bendung Gerak dan Bendungan Marangkayu dinilai paling mungkin dimanfaatkan dalam waktu dekat ketimbang pilihan lain. Tahap penyusunan Detail Engineering Design (DED) Bendung Gerak sudah dimulai tahun ini. Bendung pertama di Bontang itu rencana dimasukkan dalam 3 tahun penganggaran Pemprov Kaltim, 2024, 2025, dan 2026.

Berdasar hasil kajian Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kaltim, Bendung Gerak diprediksi bakal menampung air sekitar 50 liter per detik. Ini dengan mengandalkan debit andalan Sungai Bontang. Ia akan ditempatkan di aliran Sungai Bontang, namun penentuan lokasi persis belum ditentukan. Rancangan DED diprediksi rampung November 2023.

"Lahannya di mana, ini kami masih cari tempat. Kami upayakan tidak jauh dari IPA [Instalasi Pengolahan Air] di Bontang Lestari karena kami akan nembak [kirim] airnya ke sana," bebernya.

Kemudian Bendungan Marangkayu. Pemanfaatannya dinilai bisa lebih cepat karena bangunannya telah rampung dibangun. Bahkan proses penggenangan atau impounding sudah bisa dilakukan. Bila tak ada aral, penggenangan awal dimulai akhir tahun 2023 ini dengan kapasitas 300 liter per detik di elevasi 107,5.

Kepala Seksi Perencanaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Kaltim, Muhammad Zuraini Ikhsan. (Foto: Fitriwahyuningsih/Kaltimtoday.co)
Kepala Seksi Perencanaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Kaltim, Muhammad Zuraini Ikhsan. (Foto: Fitriwahyuningsih/Kaltimtoday.co)

Masih ada sedikit kendala terkait pembebasan lahan untuk bendungan ini. Namun bila semua sesuai jadwal yang ditetapkan Dinas PUPR Kaltim, mestinya pembebasan rampung 2024 mendatang. Dan di akhir 2025 air sudah bisa dialirkan ke rumah-rumah warga yang bermukim di Bontang dan Kukar.

"Tinggal dibayar saja. Nanti kalau sudah dibayar tinggal penggenangan tahap satu," beber pria berkacamata ini.

Bendungan ini disebut sebagai salah satu bendungan terbesar di Indonesia lantaran memiliki luas total sekitar 678,5912 hektar. Presiden Joko Widodo dijadwalkan meresmikan langsung pada 2024. Mengingat ia merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Guna membangun Bendungan Marangkayu, pemerintah menggelontorkan anggaran sekitar sekitar Rp 1,2 triliun. Ia bersumber dari APBN dan APBD. Pemerintah pusat mendanai 60 persen, sisanya 40 persen dibagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Dari 60 persen porsi pendanaan itu, termasuk di dalamnya untuk mendanai pembebasan lahan oleh Badan Wilayah Sungai (BWS) IV Kalimantan melalui dana Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) karena ini bagian dari PSN, penyediaan sumber air baku (bendungan) dan jaringan transmisi yang didanai Dirjen Sumber Daya Alam (SDA) Kementerian PUPR, instalasi pengolahan air didanai Dirjen Cipta Karya.

Kemudian jaringan distribusi atau pipanisasi dengan panjang sekitar 80 kilometer ke kabupaten kota ditanggung Pemprov Kaltim. Sementara offtaker atau reservoir alias tempat penampungan air setelah dialirkan dari bendungan bakal ditanggung masing-masing kabupaten kota, dalam hal ini Bontang dan Kukar.

Sementara untuk pembagian air. Nantinya, sebanyak 300 liter per detik akan dialirkan ke Bontang. Sebanyak 150 liter per detik akan dialirkan ke Kukar. Bendungan ini juga akan dimanfaatkan untuk irigasi.

"2025 harusnya sudah bisa ditembak (dialirkan) ke Bontang," kata Ikhsan.

Di sisi lain, memanfaatkan air di bekas lubang Indominco tidak secepat itu. Pemerintah tak bisa ujug-ujug menyedot air lantas mengalirkannya ke rumah warga. Realisasi rencana ini pun butuh proses panjang dan menelan anggaran tidak sedikit. Dan ternyata, sumber air di lubang tambang itu tak bisa lama diharapkan. Berbeda ketika memanfaatkan waduk atau bendungan.

Ikhsan menjelaskan, sebelum dimanfaatkan, Indominco mesti mengubah status Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) lokasi kedua lubang tambang yang mereka tawarkan ke Bontang. Mengingat status IPPKH keduanya diperuntukkan untuk pertambangan, bukan sumber air baku.

Selain itu, Indominco berkewajiban menyesuaikan izin lingkungan, hingga menjalankan tanggung jawab lingkungan. Bila kelak rencana pemanfaatan void itu terealisasi, mestinya ini tak mengugurkan tanggung jawab perusahaan untuk memulihkan lingkungan. Harus ada lahan pengganti setara luasan kedua void yang harus dipulihkan dan dihijaukan perusahaan.

"Kalau dilihat dari prosesnya dan kondisi lapangan serta terkait dengan izin pinjam pakai, dokumen lingkungan, dan sebagainya,  ini [void] agak lebih lama dibanding [pilihan] yang lain," bebernya.

Terpisah, Fungsional Ahli penyehatan Lingkungan Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kaltim, Rizki Sya’bani mengatakan, air di lubang tambang itu ia tak bisa terus diandalkan. Bila terus disedot juntrungnya air akan habis juga. Terlebih, yang bisa dimanfaatkan hanya air di kedalaman 10-15 meter dari permukaan. Sisanya, 16 meter dari permukaan hingga dasar void tak disarankan dikonsumsi.

"Kajian kami mungkin sekitar 5-8 tahun saja [bisa dimanfaatkan]," ujar Rizki ketika ditemui di sela kegiatan rapat koordinasi di Hotel Mercure Samarinda, Senin (14/8/2023) siang.

Kapasitas air dari kedua void tak sanggup memenuhi kebutuhan air baku di Bontang. Sebabnya ia perlu digandeng dengan sumber lain, dalam hal ini Sungai Mayang. Kata Rizki, posisi sungai tersebut tidak jauh dari void Indominco. Bila diakumulasikan, kedua void IMM di pit LN11N1 dan L13W1 ditambah Sungai Mayang, akan menghasilkan air di angka 250 liter per detik.

"Sungai Mayang kan secara keandalan itu unlimited (tidak terbatas). Sumber airnya dari hutan, hujan, sungai, dan sebagainya. Kalau void kan hanya dari hujan aja. Kalau sungai dari mana-mana [sumber airnya]," terangnya.

Sebagai gambaran sederhana. Untuk memanfaatkan air di bekas lubang tambang IMM, terlebih dulu dibangun intake di dekat dua sumber air, pit LN11N1 dan pit LN13W1 dan Sungai Mayang. Dari sana, air dialirkan ke Instalasi Pengelolaan Air (IPA) di bawah kontrol UPTD khusus menangani air. UPTD ini di bawah naungan provinsi sebab ini masuk SPAM regional provinsi. Jarak dari void ke IPA sekitar 25 kilometer.

Air yang dialirkan ke IPA itu masih perlu diolah. Dari sana, air dialirkan ke PDAM Tirta Taman Bontang, tapi mereka membeli per kubiknya. Karena prosesnya masih sangat panjang, hingga kini belum ditentukan besaran harga air per kubiknya. Pun belum diketahui, apakah air yang diterima PDAM Tirta Taman dari UPTD masih dalam kotor. Atau air sudah bersih dan siap konsumsi, lantas PDAM Tirta Taman tinggal menjualnya ke warga. (*)

Artikel ini merupakan tulisan pertama dari liputan kolaborasi Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Bontang. Artikel kedua dapat dibaca di sini: Simsalabim, Air Minum Bekas Tambang


(*) Liputan ini merupakan hasil kolaborasi Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Bontang yang terdiri dari updateindonesia.com, bontangpost.id, Kaltim Post  dan kaltimtoday.co


Berita Lainnya