Opini
Perjanjian Tanpa Materai Tidak Sah, Benarkah Demikian?
Oleh: Adv. Goklas Tambun, S.H (Advokat/Konsultan Hukum- Sekretaris LBH LAPAN)
Setiap transaksi bisnis atau kegiatan-kegiatan yang pada umumnya seperti jual-beli, sewa-menyewa, hutang-piutan, dan peristiwa perdata lainnya tentu tak lepas dari suatu perjanjian atau kesepakatan yang dibuat oleh para pihak itu sendiri. Baik itu perjanjian yang dibuat secara tertulis maupun lisan.
Lalu bagaimana bila saat pembuatan perjanjian tertulis tersebut, tidak dilekatkan materai, apakah perjanjian itu tetap sah? Pertanyaan berikut kerap muncul di khalayak umum. Lantas apakah memang demikian?
Bila berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata) menyebutkan syarat sah suatu perjanjian yakni sebagai berikut:
- Sepakat;
Persesuaian (kesamaan) kehendak yang bebas antara para pihak, tidak boleh ada unsur paksaan, kekhilafan, dan penipuan dalam pelaksanaan perjanjian itu.
- Cakap;
Bila berdasarkan Pasal 1329 KUHPer “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika ia ditentukan tidak cakap oleh undang-undang” penentuan tidak cakap tersebut bisa dilihat dalam Pasal 1330 KUH-Per.
- Sesuatu hal tertentu;
Ada barang yang diperjanjikan oleh para pihak yang bisa diperdagangkan.
- Klausa yang halal.
Perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang. E.g : perjanjian jual beli narkoba.
Namun bila dilihat dari penjelasan pasal tersebut tidak terlihat bahwa sah/atau tidaknya perjanjian harus dilekatkan Materai. Lalu apa sebenarnya fungsi dari Materai itu?
Bila merujuk Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai menyebutkan “Bea Meterai adalah pajak atas Dokumen”. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (2) menyebutkan “Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan”.
Masih dalam undang-undang itu, menyebutkan lagi dalam Pasal 1 ayat (4) Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.
Jadi singkatnya materai adalah label/carik yang ditempelkan atas dokumen sebagaimana dalam pembahasan ini ialah perjanjian, sebagai wujud bahwa dokumen tersebut telah dibayarkan pajaknya kepada negara.
Lalu dokumen apa saja yang menjadi objek bea materai? bila merujuk dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang tentang bea materai menyebutkan sebagai berikut:
- Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
- Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Selanjutnya, dokumen yang bersifat perdata itu sebagaimana pasal 3 ayat (2) seperti:
- surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
- akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
- akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
- surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang: 1. menyebutkan penerimaan uang; atau 2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
- Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Mencermati Pasal 3 ayat (2) tersebut, diketahui dokumen yang menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata salah satunya ialah surat perjanjian. Lalu bagaimana bila dokumen anda lupa dilekatkan materai sehingga dokumen/ perjanjian anda tidak bermaterai?
Solusinya bisa dilakukan pemateraian kemudian, bahwa karena dokumen/perjanjian tersebut tidak dilekatkan materai dan pihak yang ingin melakukan pematerain kemudian akan disebut sebagai pihak yang terutang. Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (5) pihak yang terutang adalah pihak yang dikenai bea meterai dan wajib membayar bea meterai yang terutang.
Perlu diketahui, pemateraian kemudian ini tidak bisa dilakukan oleh para pihak itu langsung, tetapi harus diberikan kepada pejabat pos atau pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk kemudian dilekatkan materainya. Sebagaimana Pasal 1 ayat (6) Pemeteraian Kemudian adalah pemeteraian yang memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh Menteri. Dimana pemeteraian kemudian itu disahkan oleh Pejabat pos atau Pejabat lain yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
Lantas apakah dokumen perjanjian tetap sah tanpa dilekatkan materai? Jawabannya tepah sah dan mengikat kedua belah pihak. Karena berdasarkan Pasal 1338 KUH-Perdata menyebutkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya” sepanjang telah memenuhi Pasal 1320 KUH-Perdata, sebagaimana disebutkan di atas.
Namun yang menjadi persoalan, saat perjanjian itu hendak dijadikan sebagai alat bukti dipersidangan sebagaimana dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b Undang-undang tentang bea materai dan dokumen yang bersifat perdata yang salah satunya ialah perjanjian dikenakan bea materai.
Oleh karenanya, bila dokumen perjanjian anda lupa atau tidak dilekatkan materai, namun anda hendak mengajukannya sebagai bukti dipersidangan, bisa dilakukan pemateraian kemudian kepada Pejabat pos atau Pejabat lain yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum di Berau Meningkat di Tahun 2023
- Kapan Puasa Rajab 2024? Berikut Jadwal dan Bacaan Niat
- Etnis Rohingya: Fenomena Tubuh Tanpa Perlindungan Hukum
- Kapan Batas Akhir Ganti Puasa Ramadhan? Berikut Hukum dan Ketentuannya
- Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres dalam Pemilu 2024